Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan bahwa penggantian kendaraan dinas pemerintah menjadi mobil listrik akan dilakukan secara bertahap. Hal ini dikarenakan perlu menyesuaikan dengan usia dari mobil dinas itu sendiri.
Adapun kebijakan penggantian itu seiring terbitnya Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan/atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pengamat Otomotif Bebin Djuana mengatakan bahwa implementasi mobil listrik di Indonesia saat ini masih terkendala harganya yang mahal. Bahkan untuk saat ini harga mobil listrik berada pada kisaran Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar. Bahkan beberapa opsi lain ada yang ditawarkan dengan kisaran harga yang lebih tinggi.
Mahalnya mobil listrik di Indonesia juga dikarenakan komponen yang digunakan seperti baterai juga lebih mahal ketimbang kendaraan bermotor itu sendiri. Namun jika komponen tersebut diproduksi di dalam negeri , maka diperkirakan harga mobil listrik juga akan menjadi lebih murah.
Bebin mengatakan, saat ini pemerintah telah memberikan insentif pajak untuk mobil listrik berupa pajak pertambahan nilai barang mewah (PPnBM) 0%. Namun menurutnya, hal tersebut tidak cukup untuk melalukan percepatan pengembangan BEV di dalam negeri.
Baca Juga: BUMN Dorong Penggunaan Kendaraan Listrik, Cermati Prospek Saham Produsen EV
Menurutnya, yang perlu dicermati oleh pemerintah adalah bea masuk (BM) ketika komponen-komponen kendaraan tersebut masuk di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan adanya pengurangan bea masuk untuk menekan harga mobil listrik di Indonesia bisa terjangkau.
"Yang perlu dicermati bea masuk ketika komponen-komponen kendaraan tersebut masuk negara kita. Jika kendaraan masuk dalam bentuk Completely Built Up (CBU) sementara pabriknya belum rampung, seperti apa kelonggaran yang diberikan? Hal ini diperlukan jika tujuannya percepatan," ujar Bebin kepada Kontan.co.id, Minggu (18/9).
Bebin mengakui bahwa saat ini harga masih menjadi kendala terbesar dalam melakukan pemanfaatan mobil listrik di dalam negeri. Oleh karena itu, diharapkan perlu adanya dukungan dari sektor keuangan terkait bunga, DP, dan asuransi hingga fasilitas lainnya agar menarik masyarakat untuk beralih ke mobil listrik.
"Bisa saja pengurangan pajak pendapatan dan hal lain seperti fasilitas parkir dan tol," ucap Bebin.
Senada dengan Bebin, Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Jaikindo) Jongkie Sugiarto mengakui bahwa biaya produksi atau komponen untuk mobil listrik saat ini masih mahal. Terlebih lagi komponennya masih diimpor.
Baca Juga: Kemenkeu: Seluruh Kendaraan Dinas Diganti Mobil Listrik Secara Bertahap
Namun menurutnya, apabila komponennya di produksi di dalam negeri maka harga mobil listrik bisa ditekan sehingga dapat dijangkau oleh masyarakat.
"Mungkin setelah banyak komponennya dibuat di dalam negeri, bisa lebih murah harganya," kata Jongkie kepada Kontan.co.id, Minggu (18/9).
Apabila dibandingkan dengan negara-negara maju, pemerintah setempat memberikan subsidi harga jual untuk menarik masyarakat dalam membeli mobil listrik.
Namun menurut, Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya mengatakan bahwa kebijakan tersebut tidak cocok diterapkan di Indonesia mengingat masih banyak prioritas yang perlu dilakukan, seperti di bidang kesehatan, pendidikan, infrastruktur dan lainnya.
"Subsidi cocok untuk kendaraan umum seperti bus EV," kata Berly kepada Kontan.co.id, Minggu (18/9).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News