Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah masih melanjutkan pelemahannya. Bila menilik kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), nilai tukar rupiah pada hari ini ditutup melemah ke Rp 14.729 per dolar Amerika Serikat (AS), setelah pada hari sebelumnya ditutup melemah ke Rp 14.672 per dollar AS.
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengingatkan, pelemahan nilai tukar rupiah saat ini akan memberi dampak terhadap kondisi perekonomian Indonesia, salah satunya inflasi.
Bahkan, David menghitung, setiap ada pelemahan rupiah sekitar Rp 1.000 per dolar AS, berpotensi mengerek inflasi sekitar 0,3% hingga 0,6%.
“Karena pastinya yang berpotensi menyumbang ke inflasi adalah imported inflation. Bila rupiah konsisten melemah, akan berpotensi berdampak pada imported inflation, dan nantinya akan mengerek inflasi umum. Apalagi komponen impor juga cukup besar dalam proses produksi Indonesia,” tutur David kepada Kontan.co.id, Selasa (14/6).
Baca Juga: Harga Komoditas Energi Secara Fundamental Masih Meningkat
David pun memperkirakan, inflasi pada tahun ini akan bergerak di kisaran 4% year on year (yoy) hingga 5% yoy. Ini berpotensi berada di atas kisaran sasaran Bank Indonesia (BI) dan pemerintah yang sekitar 2% yoy hingga 4% yoy.
Sedangkan untuk nilai tukar rupiah dalam jangka pendek, masih berpotensi mengalami pelemahan. David memperkirakan, nilai tukar rupiah dalam jangka pendek berada di kisaran Rp 14.600 hingga Rp 14.800 per dollar AS.
Namun, David juga mengingatkan, kondisi kurs rupiah ini bukan satu-satunya yang akan mengerek inflasi Indonesia. Ada faktor lain seperti terkait dengan faktor global maupun faktor dalam negeri sendiri.
Seperti, kondisi ketersediaan pangan. Pangan adalah salah satu hal yang paling dibutuhkan oleh masyarakat. Pun kontribusi ke inflasi juga cukup besar. David pun mengimbau, agar pemerintah bisa menjaga pasokan pangan.
Apalagi, saat ini perang Rusia dan Ukraina cukup membawa disrupsi pada rantai pasok global. Selain energi, pasokan pangan juga merupakan salah satu yang terdampak.
Baca Juga: Inflasi AS Panggang Kekhawatiran Kebijakan Agresif Bank Sentral, Saham Dunia Jatuh
Belum lagi dari dalam negeri, adanya faktor cuaca yang tak menentu bisa memengaruhi kondisi panen dan bahkan proses distribusi. Maka, perlu adanya penguatan tim pengendalian inflasi (TPI) baik pusat maupun daerah.
Sedangkan dari sisi kebijakan moneter, David pun mengapresiasi langkah BI untuk mengurangi likuiditas yang besar saat ini dengan peningkatan kewajiban pemenuhan giro wajib minimum (GWM) baik untuk bank umum konvensional (BUK) maupun bank umum syariah (BUS) yang lebih agresif.
Selain menyedot likuiditas yang besar di perbankan, upaya ini dinilai bisa menjaga tingkat inflasi agar tidak terlalu tinggi. Namun, David juga mengimbau agar BI mempertimbangkan menggunakan instrumen lain untuk tetap menjaga pergerakan inflasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News