kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pelemahan rupiah bisa picu inflasi lebih tinggi


Kamis, 01 Maret 2018 / 15:53 WIB
Pelemahan rupiah bisa picu inflasi lebih tinggi
ILUSTRASI. Mata Uang Rupiah dan Dollar Amerika


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah masih tak kuat uji nyali menghadapi dollar Amerika Serikat (AS). Kamis (1/3), kurs tengah Bank Indonesia menunjukkan nilai tukar rupiah di Rp 13.793 per dollar AS, melemah 0,63% ketimbang posisi kemarin.

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, pelemahan rupiah ini dapat berdampak ke inflasi. Deputi Bidang Statistik, Distribusi, dan Jasa BPS Yunita Rusanti mengatakan, hal ini disebabkan oleh bahan makanan seperti kedelai, gandum, dan jagung, masih didapat dari luar negeri atau impor.

“Barang-barang impor kan kedelai masih impor, jagung impor, gandum, cuma kita konsumsinya kan produk lebih lanjut dari itu. Kalau jagung lebih digunakan untuk pakan ternak. Kalau pakan ternak naik, khawatirnya ayamnya juga naik, telur ayam ikut naik,” katanya di kantor pusat BPS, Kamis (1/3).

“Kalau harga gandum naik, dampaknya ke mie, roti. Kalau kedelai tahu tempe. Akan ada pengaruh ke situ,” lanjutnya.

Meski demikian, dirinya tidak bisa memprediksi seberapa besar dampak pelemahan kurs ke inflasi bulan selanjutnya. Ia mengatakan, bila ingin tidak terlalu signifikan suplai dari bisa membantu,

“Misalnya tahu dan tempe bisa pakai kedelai lokal, maka akan bantu inflasi tidak tinggi,” jelasnya.

Sebelumnya, Gubernur BI Agus Martowardojo menyatakan, pergerakan rupiah cukup labil pada awal tahun ini. Namun, volatilitas rupiah itu dinilai masih wajar, di kisaran 7%–8%.

Menurut Agus, itu karena faktor global di luar negeri, khususnya AS. Rupiah labil dan cenderung melemah jelang rapat Federal Open Market Committee (FOMC) di AS pada Maret, Juni dan Desember.

BI menganalisa, AS akan mengeluarkan tax policy yang memungkinkan pembiayaan fiskal. AS akan banyak mengeluarkan surat utang, sekaligus menaikkan yield US Treasury hingga kisaran 3%. Selain itu, Fed Fund Rate juga diperkirakan naik 3 kali tahun ini, sehingga akan memicu penguatan dollar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×