kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.909   21,00   0,13%
  • IDX 7.193   52,26   0,73%
  • KOMPAS100 1.105   10,19   0,93%
  • LQ45 877   10,63   1,23%
  • ISSI 221   0,76   0,35%
  • IDX30 448   5,44   1,23%
  • IDXHIDIV20 539   4,64   0,87%
  • IDX80 127   1,28   1,02%
  • IDXV30 134   0,28   0,21%
  • IDXQ30 149   1,42   0,96%

Pelebaran Defisit APBN 2024 Jadi Alarm Untuk Pemerintahan Prabowo-Gibran


Senin, 08 Juli 2024 / 21:23 WIB
Pelebaran Defisit APBN 2024 Jadi Alarm Untuk Pemerintahan Prabowo-Gibran
ILUSTRASI. Presiden terpilih Prabowo Subianto (kiri) didampingi Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka (kanan) menyampaikan keterangan pers usai mengikuti rapat pleno terbuka penetapan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih Pemilu 2024 di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Rabu (24/4/2024). KPU resmi menetapkan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2024-2029. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/Spt.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2024 mencapai Rp 609,7 triliun atau 2,7% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Proyeksi defisit ini lebih tinggi dari target yang ditetapkan, yakni sebesar 2,29% dari PDB atau secara nominal Rp 522,8 triliun.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan bahwa defisit yang hampir menyentuh ambang batas amannya menandakan bahwa alat fiskal negara berada dalam tekanan yang berat.

Kondisi APBN yang berat tersebut tercermin dari penerimaan pajak yang tidak setinggi tahun lalu dikarenakan fenomena windfall harga komoditas yang tak terulang. Belum lagi, penerimaan pajak penghasilan (PPh) Badan juga mengalami penurunan.

Baca Juga: Defisit APBN 2024 Melebar, Sri Mulyani Minta Tambahan Penggunaan SAL Rp 100 Triliun

Bhima menyebut, pemerintah memang sudah menggenjot penerimaan pajak dengan cara melakukan penyesuaian tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10% menjadi 11%. Namun, kebijakan tersebut nyatanya turut membebani masyarakat sebagai konsumen.

"Itu menjadi beban berat bagi konsumen, khususnya kelas menengah, juga tekanan ekonomi dari sisi inflasi bahan makanan juga menghantui, indikator kendaraan bermotor penjualannya juga turun," ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Senin (8/7).

Dengan kondisi APBN 2024 yang melebar, Bhima bilang, hal tersebut bisa menjadi pelajaran untuk pemerintahan selanjutnya agar tetap menjaga defisit APBN 2024 di bawah 2,7% PDB.

"Jangan sampai pelebaran defisit APBN ini menjadi pembenaran untuk melakukan kenaikan harga-harga yang diatur oleh pemerintah sehingga bisa menciptakan inflasi umum ataupun inflasi administrasi yang lebih tinggi ke depannya," katanya.

Baca Juga: Defisit Anggaran 2024 Berpotensi Membengkak, Banggar DPR Peringatkan Pemerintah

Proyeksin defisit APBN yang melebar ini juga diartikan sebagai alarm bagi pemerintahan Prabowo Subianto untuk lebih berhati-hati dalam mengelola APBN. Pasalnya, warisan APBN ini tidak banyak memiliki keistimewaan untuk melakukan ekspansi belanja.

"Ini harus sangat hati-hati pak Prabowo ke depan warning bahwa APBN tidak dalam kondisi yang luxury sehingga harus dilakukan rasionalisasi program-program yang akan dijalankan," imbuh Bhima.

Bahkan dirinya menyarankan anggaran Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang sebesar Rp 71 triliun bisa diturunkan lagi. Begitu juga anggaran IKN yang harus dilakukan rasionalisasi anggaran sehingga kredibilitas fiskal tetap terjaga.

"Karena proyeksi defisit melebar sangat jauh dari asumsi awal, kalau 2,7% dengan batas maksimal 3%. Artinya ini APBN dalam kondisi yang bisa dikatakan cukup berat. Ini belum termasuk program Prabowo yang baru ke depan," tegasnya.

Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan dengan defisit APBN 2024 yang melebar, pemerintah perlu memastikan untuk mengelola kebijakan fiskal secara prudent. 

Di sisi lain, pemerintah perlu mendorong penerimaan negara melalui implementasi carbon tax atau pajak karbo serta ketergantungan terhadap sektor komoditas bisa dikurangi dengan harapan dari sisi penerimaan lebih sustainable ke depannya.

"Dengan kondisi di mana harga komoditas mengalami penurunan tentu penerimaan perpajakan dari sektor pertambangan tidak bisa kita andalkan sepenuhnya," terang Josua.

Oleh karena itu, pemerintah perlu cermat dalam menggali potensi-potensi eknomi baru sehingga bisa menambah kantong negara.

Baca Juga: DPR Minta Tambahan Anggaran Rp 598,9 Triliun ke Sri Mulyani

Dan yang terpenting, kata Josua, pemerintah perlu mengurangi atau menghemat belanja-belanja yang kurang produktif dalam jangka pendek  seperti belanja perjalanan dinas. Hal ini agar ruang fiskal masih sehat dan perpekstif investor terhadap kondisi fiskal tetap terjaga dan berlanjut ke depannya.

"Tentunya dari sisi prudent fiskal ini tetap harus dilanjutkan ke depannya," katanya.

Staf Bidang Ekonomi, Industri dan Global Markets dari Bank Maybank Indonesia Myrdal Gunarto melihat bahwa APBN 2024 memang mulai menunjukkan defisit sejak Mei 2024.

Kondisi ini terjadi dikarenakan belanja pemerintah yang terlalu agresif, terutama untuk berbagai program terkait ASN, bantuan masyarakat bawah serta kebutuhan belanja infrastruktur.

Sementara untuk belanja subsidi energi pada tahun ini juga perlu diwaspadai lantaran adanya pergerakan harga minyak yang relatif tinggi serta posisi dolar yang relatif menguat secara global.

Baca Juga: Sri Mulyani Proyeksi Defisit APBN 2024 akan Melebar Jadi 2,70% dari PDB

"Kita melihat biaya impor untuk minyak dan biaya untuk subsidi impor minyak ini kelihatannya melebihi budget," imbuh Myrdal.

Kendati begitu, Myrdal melihat kondisi APBN pemerintahan Prabowo masih relatif aman asalkan harga minyak tidak setinggi tahun ini dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diharapkan menguat pada saat ada tren perubahan suku bunga.

"Untuk tahun depan masih relatif aman, apalagi untuk anggaran kebutuhan fiskal kelihatannya walau ada program terkait dengan makan bergizi gratis untuk budgetnya masih dikisaran wajar," katanya.

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah mengatakan untuk mengantisipasi pembengkakan defisit APBN 2024, pihaknya meminta pemerintah untuk menggunakan Saldo Anggaran Lebih (SAL) pada 2023.

"Kami menyadari sepenuhnya karena berbagai gejolak sebulan terakhir mau tidak mau kami menyiapkan diri Banggar jika pemerintah memerlukan tambahan dari SAL," kata Said.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×