Reporter: Eka Saputra | Editor: Edy Can
JAKARTA. Hasil evaluasi Bank Pembangunan Asia (ADB) menempatkan Indonesia berada di peringkat kesembilan dari 16 negara Asia Pasifik dalam pelaksanaan proyek public private partnerships (PPP). Indonesia unggul atas Thailand, Bangladesh dan Pakistan.
Namun, peringkat Indonesia masih dibawah Filipina, India dan China. Peringkat pertama diduduki Australia dengan nilai 92,3 sementara Indonesia hanya 46,1.
Dari sisi aturan pendukung PPP di Asia Pasifik Indonesia berada pada urutan ke delapan atau sama dengan Bangladesh dengan nilai 40,6. Masih kalah dari Filipina yang mempunyai nilai 43,8 di posisi tujuh.
Hanya secara kelembagaan Indonesia setara dengan Filipina dan Kazakhstan di posisi delapan dengan nilai 41,7, namun tertinggal dari Thailand yang berada di posisi tujuh dengan nilai 50.
ADB mencatat, salah satu penyebab terhambatnya pelaksanaan proyek PPP ialah lemahnya komitmen pemerintah. Selain itu aturan main yang cenderung selalu berubah membuat pihak swasta menilai kebijakan pemerintah kurang konsisten.
Direktur Pengembangan Kerjasama Pemerintah dan Swasta Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Bastary Pandji Indra mengatakan, pola pelaksanaan kerjasama pemerintah dan swasta dalam bentuk PPP dapat berjalan lebih baik perlu komitmen pemerintah. "Tanpa itu swasta kembali mempertanyakan konsistensi pemerintah," katanya, Rabu (30/5).
Salah satu komitmen pemerintah yang dipertanyakan adalah soal aturan tender. Bastary mengatakan, beberapa proyek PPP ternyata langsung dikerjakan perusahaan milik pemerintah karena ditunjuk langsung. Alhasil, dia bilang, pihak swasta melihat kebijakan pemerintah kurang berpihak pada pelaksanaan proyek PPP.
Bastary menilai, pemerintah juga kurang sensitif terhadap keinginan swasta diantaranya penyediaan dukungan lahan. Menurutnya, penyediaan lahan selama ini sulit. Dia juga menuding pemerintah juga kurang tanggap terhadap permohonan bantuan penyertaan modal untuk pelaksanaan awal pembangunan proyek.
Ke depannya, dia berharap pemerintah mengelola manajemen proyek PPP secara terpusat sehingga komitmen pemerintah dapat dikelola dan terkoodinasi dengan baik." Perlu manajemen satu pintu, bentuknya bisa seperti PPP center untuk mengkordinasikan semua, tidak seperti saat ini masing-masing lembaga punya kebijakan," ujarnya.
Bastary yakin jika pelaksanaan PPP sektor infrastruktur berjalan dengan baik maka langkah pemerintah selanjutnya adalah mengembangkan sektor lain seperti kesehatan, pendidikan dan sarana prasarana perkotaan. "Perbaikan sistem dengan swasta adalah modal besar untuk Indonesia terlebih pemerintah mempunyai program Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia yang membutuhkan biaya yang besar dan 50%nya berasal dari swasta," tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News