kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Pasien dan perawat RSCM tak bisa nyoblos


Rabu, 11 Juli 2012 / 11:25 WIB
Pasien dan perawat RSCM tak bisa nyoblos
ILUSTRASI. Siaran televisi analog (Analog Switch Off/ASO) secara bertahap akan dihentikan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga


Reporter: Edy Can | Editor: Edy Can

JAKARTA. Proses pemungutan suara di tempat pemungutan suara (TPS) 22 Rumah Sakit Cipto Mangungkusumo (RSCM), Rabu (11/7/2012) diwarnai kekecewaan puluhan warga yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya. Sejumlah pasien dan perawat tidak bisa mencoblos karena membawa formulir yang keliru sehingga tidak diizinkan untuk menggunakan hak pilihnya di TPS rumah sakit tersebut.

Salah satu pasien yang mengaku kecewa adalah Deasy (60), pasien rawat inap di RSCM. Dibantu kursi roda dan wajah yang tampak lemas, perempuan ini mendatangi TPS 22 kelurahan Kenari yang ada di RSCM, yang terletak di halaman depan Unit Rawat Jalan Terpadu. Ia berharap dapat memberikan suaranya pada Pilkada tahun ini.

Namun apa yang terjadi? Sesampainya di depan TPS, ia justru tidak diperkenankan untuk menggunakan hak pilihnya. Petugas TPS melarangnya karena Deasy hanya membawa formulir C6. Padahal, undangan yang harusnya diberikan pada petugas berkode A8.

Surat A8 merupakan surat perantara yang dikeluarkan oleh kelurahan tempat tinggal pemilih untuk bisa memilih di TPS lain. Sementara surat C6 hanya untuk di TPS tempat tinggal pemilih.

Rani Gantini (29), adik ipar dari pasien yang turut menemani pun sempat berdebat dengan petugas TPS dan meminta agar kakak iparnya bisa memberikan hak suara. Namun petugas TPS tetap tidak mengizinkan.

"Surat yang dimiliki pasien C6. Sementara harusnya A8. Harus ada perantara dari kelurahan," kata Subandi, petugas TPS tersebut.

Rani pun mengaku kecewa dengan putusan pihak TPS tersebut. Ia mengatakan bahwa pihak rumah sakit tidak pernah memberikan sosialisasi kepada pasien. Padahal kakak iparnya sudah dirawat selama lebih 3 minggu di rumah sakit.

"Makanya aku marah kenapa? Karena nggak ada sosialisasi. Sedangkan ini dirawatnya sudah lama. Minimal pasiennya dikasih buat milih, kalau aku sih bisa pulang," katanya kesal.

Rani tetap mengusahakan agar kakak iparnya bisa memilih dengan meminta bantuan kepada saudara di rumah untuk memintakan surat pengantar dari kelurahan.

Deasy mengaku tidak pernah ada petugas yang datang ke ruang perawatan untuk membantunya. "Saya sudah 3 minggu dirawat sakit liver. Biasanya kan tiap kamar didatangi. Saya kecewa banget dengan peraturan seperti ini. Menyusahkan kita. Saya harus tetap memilih," ujarnya sambil menahan sakit. (Bramirus Mikail/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×