kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Para pakar soroti wacana moratorium pengajuan PKPU dan Kepailitan


Rabu, 25 Agustus 2021 / 14:01 WIB
Para pakar soroti wacana moratorium pengajuan PKPU dan Kepailitan
ILUSTRASI. Palu persidangan.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah saat ini tengah mengkaji usulan pengusaha terkait menghentikan sementara atau moratorium pengajuan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dan kepailitan.

Hal itu disampaikan Menko Airlangga dalam Rakornas Apindo ke – 31, Selasa (24/8). Menurut Airlangga, terdapat indikasi adanya moral hazard dari meningkatnya perkara PKPU dan kepailitan.

“Pemerintah sedang mengkaji terkait dengan hal tersebut. Pemerintah akan melihat plus minusnya karena kalau dilakukan moratorium pun akan ada back log pasca pandemi dan tentu sebagian besar saat sekarang sudah berproses,” ujar Airlangga.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Dewan Penasehat Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), Jamaslin James Purba mengatakan, maraknya kasus PKPU di Pengadilan Niaga sebenarnya tidak harus dipandang negatif. Sebab, pada prinsipnya PKPU adalah restrukturisasi hutang.

Baca Juga: Sempat Tertunda, Sritex (SRIL) Hari Ini Gelar Presentasi di Hadapan Kreditur

Dengan PKPU justru kondisi hutang-hutang Debitur yang sudah macet pembayarannya memerlukan restrukturisasi. Restrukturisasi melalui pengadilan (PKPU) dilakukan karena dapat sekaligus melakukan restrukturiasi semua hutang Debitur.

James menjelaskan, PKPU adalah masa negosiasi atau restrukturisasi hutang secara massal melalui Pengadilan Niaga yang difasilitasi oleh Pengurus PKPU dan Hakim Pengawas.

Restrukturisasi hutang di dalam proses PKPU ini melibatkan semua kreditur (kreditur separatis dan Kreditur konkuren) dan jika berhasil mencapai perdamaian sesuai syarat di UU Kepailitan (Pasal 281) maka Perdamaian tersebut akan disahkan oleh Pengadilan dan mengikat terhadap semua kreditur, walaupun ada yang tidak hadir.

Tujuan PKPU dari sudut pandang Debitor yakni kesempatan untuk melakukan organisasi ulang utang-utangnya dengan perlindungan hukum terhadap keberlanjutan usahanya. Sementara dari sudut pandang Kreditor, media untuk Kreditor yang masih menganggap bahwa Debitornya memiliki prospek yang cukup baik untuk melunasi sepenuhnya utangnya.

“Jadi kalau dilakukan moratorium terhadap PKPU (program restrukturisasi), maka bagaimana cara restrukturisasi yang efektif dan efisien ? Kalau melakukan model restrukturisasi bilateral antara Debitur dan Kreditur, maka dalam hal terdapat banyak kreditur, tentu diperlukan waktu yang sangat lama untuk negosiasi dan tercapainya kesepakatan restrukturisasi. Justru hal ini bisa menghambat aktivitas usaha Debitur karena harus melakukan negosiasi dengan banyak kreditur selama bertahun tahun,” ujar James kepada Kontan, Rabu (25/8).

Baca Juga: Setelah permohonan PKPU ditolak, Pan Brothers digugat pailit Bank Maybank Indonesia

James mengatakan, jika pihak Regulator (Pemerintah) ingin menurunkan jumlah perkara Kepailitan dan atau PKPU, caranya bukan dengan cara menerapkan moratorium. Sebab mengajukan perkara ke Pengadilan Niaga adalah hak Debitur maupun Hak Kreditur sesuai UU Kepailitan.

Pilihan Kreditur ke Pengadilan Niaga disebabkan jangka waktu putusan perkara nya cepat, hanya 60 hari dan tidak ada upaya hukum banding. Serta efek atau sifat dari putusan kepailitan adalah bersifat serta merta dapat dilaksanakan walaupun masih ada upaya hukum.

“Nah kalau pihak Regulator (Pemerintah) ingin menurunkan jumlah perkara Kepailitan dan atau PKPU, caranya bukan dengan cara menerapkan moratorium,” ucap james.




TERBARU

[X]
×