Reporter: Patricius Dewo | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemberian fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) pada produk ekspor Indonesia yang saat ini sedang di-review oleh pemerintah Amerika Serikat (AS), dinilai positif oleh para ekonom.
Pasalnya dengan diberikannya tarif tersebut pengusaha akan lebih mudah dalam melakukan impor bahan baku dari luar negeri karena diberikan tarif khusus. Namun pemerintah dituntut untuk meningkatkan daya saing produk lokal di pasar global.
"Dengan fasilitas GSP harusnya senang karena menikmati bea masuk 0%. Meskipun catatannya kita harus bersiap meningkatkan daya saing. Suatu saat GSP dicabut kita tidak lagi bersaing soal harga tapi juga kualitas,” ujar Bhima Yudhistira, ekonom Indef pada Kontan.co.id. Selasa (24/7).
Selain itu Bhima juga bilang selain komponen elektronik yang akan merasakan manfaat dari fasilitas GSP tersebut, pada sektor perikanan juga akan merasakan manfaat yang cukup banyak, karena di sektor ini memiliki daftar produk turunan GSP yang cukup banyak dan cenderung padat karya.
"Selain elektronik yang paling besar manfaatnya adalah sektor perikanan dengan list produk turunan GSP yang cukup banyak. Sektor perikanan pun cenderung padat karya,” kata Bhima.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi juga berpendapat, pemberian GSP ini bukan hal yang baru, karena sebelumnya Indonesia sudah pernah mendapatkan GSP, namun pada tahap ini sedang dilakukan review oleh pemerintah AS.
Sehingga diharapkan pemerintah Indonesia mampu memanfaatkan peluang dan memperketat daya saing dengan negara-negara di ASEAN.
"Di tengah kondisi ketidakpastian ekonomi global dan juga ada perang dagang ini, pemerintah Indonesia juga harus pintar-pintar menawarkan apa yang mampu diberikan kepada pemerintah AS. Selain memanfaatkan peluang yang ada, daya saing antar negara ASEAN juga harus diperketat. Karena bila dilihat secara kualitas kita kalah jauh dengan negara-negara seperti Malaysia, Vietnam, bahkan dengan Filipina." Kata Fithra pada Kontan.co.id.
Selain itu ia juga bilang, dalam meningkatkan daya saing juga dibutuhkan infrastruktur yang memadai. "Tapi untuk meningkatkan daya saing itu juga tidak semudah membalikkan telapak tangan, tidak hanya setahun dua tahun. Oleh karena itu kan sekarang infrastruktur sedang digenjot oleh pemerintah agar mampu tingkatkan daya saing dengan negara berkembang lainnya," katanya.
Menurutnya, selain barang-barang elektronik yang akan merasakan manfaat GSP ini, barang lain yang juga akan merasakan manfaat GSP ini adalah barang-barang yang minim nilai tambah seperti hortikultura.
Adrian Panggabean, Kepala Ekonom Bank Cimb Niaga, setuju dengan pendapat dari Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani yang mengatakan, produk ekspor Indonesia yang paling banyak menerima manfaat GSP adalah komponen elektronik (HS 85) seperti, penggerak listrik, kabel gulung tembaga, konduktor listrik, baterai mangan, switch listrik, dan penerangan listrik yang secara keseluruhan merupakan 14,99% dari total manfaat GSP AS yang digunakan oleh Indonesia.
" Sependapat dengan Kadin. GSP kan singkatan dari Generalized System of Preference ya? Artinya sebuah negara diberikan treatment preferensi khusus. yang berarti ini bagus dong buat Indonesia." Ujar Adrian.
Project Consultant Asian Development Bank Eric Sugandi juga mengatakan, dalam tahap review yang sedang dilakukan pemerintah AS untuk memberikan fasilitas GSP ini pemerintah diharapkan untuk mengusahakan untuk tetap mempertahankan agar Indonesia tetap mendapatkan fasilitas GSP.
Menurutnya, fasilitas GSP mampu memberikan keuntungan berupa bebas bea masuk bagi barang ekspor tertentu yang dihasilkan negara berkembang.
"GSP memberikan keuntungan berupa bebas bea masuk bagi barang-barang ekspor tertentu yang dihasilkan negara berkembang, Indonesia justru harus mempertahankan GSP untuk produk-produk ekspornya agar bisa terus dipertahankan ketika pemerintah AS sedang mereviewnya,” tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News