kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pakar Sebut Dalam Penentuan Kawasan Hutan Tak Cukup Penunjukan, Perlu Pengukuhan


Jumat, 13 Januari 2023 / 12:44 WIB
Pakar Sebut Dalam Penentuan Kawasan Hutan Tak Cukup Penunjukan, Perlu Pengukuhan
ILUSTRASI. Suasana pemandangan kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang sebagian lahannya telah beralih fungsi menjadi ladang perkebunan terlihat dari Kayu Aro Barat, Kerinci, Jambi, Rabu (14/12/2022).


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dalam melakukan pengukuhan kawasan hutan setidaknya ada empat proses yang harus dilalui. 

Diantaranya, penunjukan kawasan hutan, penataan batas kawasan hutan, pemetaan kawasan hutan dan penetapan kawasan hutan. Tanpa melalui proses tersebut tak ada kawasan hutan.

Pakar Hukum Kehutanan dan Pengajar Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia Jakarta, Sadino, mengatakan, selama ini proses itu tak dijalankan. 

Menurutnya pemerintah sejauhi ini hanya sebatas menunjuk dan setelah itu seolah telah selesai aktivitas penentuan suatu lahan yang akan menjadi Kawasan hutan.

Baca Juga: Masyarakat Dilarang Serobot Kebun Inti Perusahaan untuk Penuhi Kebijakan FPKM

Padahal menunjuk tanpa dilanjutkan sampai penetapan melalui pengukuhan kawasan hutan adalah bersifat ‘inferatif’ yang harus dijalankan pemerintah. 

"Karena pengukuhan kawasan hutan adalah untuk memberikan kepastian hukum tentang kawasan hutan itu sendiri,” kata Sadino dalam keterangan tertulis, Jumat (13/1).

Menurut Sadino, pengukuhan dengan tahapannya merupakan bentuk pelaksanaan administrasi pemerintahan. Jika tidak dijalankan dan telah ada ketentuan hukum lain, maka status 'menunjuk' kawasan hutan posisinya sangat lemah. 

"Sehingga pada akhirnya akan menyimpan konflik lahan sebagaimana sering terjadi pada saat ini," kata Sadino.

Segendang sepenarian, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Budi Mulyanto juga mengingatkan dasar dari penetapan kawasan hutan adalah pengukuhan, dan bukan penunjukan seperti selama ini diterapkan.

Baca Juga: Lahan Telantar dan Tak Produktif Akan Segera Dicabut Izin Penggunaannya

"Konsep penunjukan yang selama ini diberlakukan, punya persoalan, yakni terlihat legal tapi tidak legitimate atau pengakuan sangat rendah dari masyarakat," katanya. 

Menurut Budi, tata batas adalah proses hukum dan bukan proses teknis oleh karena itu batas harus ditentukan dan disepakati oleh pihak-pihak yang berbatasan dengan menerapkan azas contradictiore delimitatie.

“Persoalan tata batas selalu tidak tuntas, karena dalam praktiknya terdapat dualisme kebijakan pertanahan di Indonesia,” tegasnya.

Di dalam kawasan hutan legalitas pemanfaatan tanah ada melalui izin dari KLHK. Sedangkan di luar kawasan hutan atau yang disebut dengan Area Peruntukan Lain (APL) administrasi dan penguasaan tanah menjadi kewenangan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Budi juga menyarankan ke depan perlu ada satu lembaga yang diberi otoritas untuk mengatur pemanfaatan tanah, bentuknya bisa lembaga, kementerian atau Kemenko dengan otoritas penuh dari Presiden.

Baca Juga: Kementerian ATR/BPN fokus selesaikan 8 konflik pertanahan pada 2021

Menurut dia, idealnya penyelesaian tata ruang dan batas kawasan hutan dilakukan dengan terlebih dulu mengeluarkan semua tanah yang telah memiliki legalitas.

Selain itu, Prof Budi kembali mengingatkan soal HGU adalah Hak Atas Tanah (HAT) dan bukan izin, yang didasarkan pada Undang-Undang No. 5/1960 beserta peraturan-peraturan turunannya. 

Lantaran merupakan HAT atau Right, HGU mempunyai kewenangan konstitusional yang diikuti untuk harus melaksanakan berbagai peraturan-perundangan yang berlaku dan tanggung jawab. 

Menurut Budi Mulyanto, untuk mendapatkan HGU, perusahaan perkebunan harus melalui proses perizinan panjang, salah satunya pelaksanaan izin lokasi yakni pembebasan lahan/tanah. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×