Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana GoTo untuk melepas saham ke publik lewat Initial Public Offering (IPO) sepertinya menarik pihak-pihak tertentu untuk mencari keuntungan dengan cara yang tidak lazim.
Setelah PT Terbit Financial Technology yang menggugat GoTo senilai Rp 2,08 triliun terkait penggunaan merek GoTo, kini giliran Hasan Azhari alias Arman Chasan pemilik ojek online di Kawasan Bintaro yang ikut-ikutan menggugat PT Aplikasi Anak Bangsa (Gojek) dan Nadiem Makarim terkait pelanggaran hak cipta.
Tak tanggung-tanggung, nilai gugatan yang diajukan Hasan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mencapai Rp24,9 triliun.
Pakar Hukum Bisnis Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Prof. Budi Kagramanto mengatakan, fenomena maraknya gugatan terhadap perusahaan besar memang sering terjadi. Namun ia menilai gugatan terhadap Gojek kali ini sangat mengada-ada.
Baca Juga: Aplikasi Karya Anak Bangsa dan Nadiem Makarim Digugat Rp 24 Triliun (UPDATE)
“Tren seperti ini (gugatan) sudah mulai disalahgunakan. Motivasi mereka (penggugat) itu yang perlu dicari, apakah mau tenar atau memang ada pihak-pihak yang mencari keuntungan. Saya curiga ada pihak yang mendorong atau menunggangi untuk mengajukan gugatan,” kata Budi dalam keterangannya, Selasa (4/12).
Ia menyayangkan jika hukum hak kekayaan intelektual dan lembaga pengadilan digunakan untuk main-main oleh pihak tertentu untuk mencari keuntungan.
“Wibawa hukum harus ditegakkan, jangan sampai digunakan untuk seperti ini, karena masih banyak kasus yang betul-betul harus diurusi. Hal seperti ini menyita konsentrasi majelis hakim, dan aparatur penegak hukum lainnya,” tegasnya.
Menurutnya, klaim bahwa penggugat memiliki ide membuat ojek online tidak didukung dengan pendaftaran di Kemenhumkam. Sehingga gugatan yang diajukan tersebut tidak memiliki dasar hukum atau legal standing yang kuat.
Berdasarkan Pasal 41 Undang-undang (UU) 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, hasil karya tidak bisa dilindungi hak ciptanya jika hasil karya tersebut belum diwujudkan dalam bentuk nyata. Selebihnya setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, dinyatakan, digambarkan, dijelaskan, atau digabungkan dalam sebuah ciptaan juga tidak dapat dilindungi hak ciptanya.
Kemudian, alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan fungsional, juga tidak dilindungi hak ciptanya sesuai UU tersebut.
Baca Juga: IPO GoTo dan Traveloka Bisa Menambah Daya Tarik Reksadana Saham Syariah
Namun mengingat gugatan telah diajukan, penggugat tinggal membuktikan klaimnya tersebut jika memang ia memiliki landasan hukum. Begitu pun yang digugat membuktikan bahwa materi penggugat tidak benar.
Budi melihat bahwa bisnis Gojek diciptakan oleh Nadiem memiliki prospek yang sangat luar biasa besar. Begitu juga manfaat yang dirasakan masyarakat sangat besar dan luas sehingga memicu pihak-pihak lain untuk mencari keuntungan.
“Dengan menggunakan teknologi informasi, prospek Gojek ini sangat luar biasa dampaknya dan itu terus bermanfaat untuk jangka panjang,” ujarnya.
Seperti diketahui, Hasan mengklaim telah menjalankan model bisnis ojek online sejak tahun 2008, sementara Nadiem pada 2011. Ia mengaku telah memiliki sertifikat, sehingga atas dasar itu ia memiliki hak cipta atas model bisnis tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News