Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Sidang dugaan kartel ayam di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terus berlanjut. Kini para pihak menghadirkan Pakar Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), Nindyo Pramono pada persidangan Jumat (22/7).
Dalam keterangannya, Nindyo mengatakan, kesepakatan untuk melakukan apkir dini indukan ayam (parent stock) yang dilakukan oleh 12 perusahaan pembibitan unggas tidak termasuk kartel. Tindakan tersebut merupakan perbuatan bersama untuk menjalankan instruksi pemerintah, yang tujuannya untuk kepentingan umum.
Ia merujuk pada pasal 11 Undang-Undang Nomor 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam pasal tersebut disebutkan, tujuan kartel adalah untuk meraih keuntungan yang tidak wajar. Sementara dalam perkara apkir dini, motifnya bukan untuk memperoleh keuntungan yang tidak wajar, tapi dalam rangka melindungi peternak kecil yang terus merugi. "Apalagi, tindakan apkir dini tersebut didasarkan atas desakan atau dorongan pihak lain, yaitu pemerintah," ujar Nindyo.
Lebih lanjut ia menjabarkan, menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, dalam rangka stabilisasi, pemerintah berwenang mengatur pasokan dan mengendalikan harga untuk melindungi petani maupun peternak kecil, pelaku usaha mikro dan konsumen.
Menurut Nindyo, perbuatan yang dilarang dalam Pasal 11 UU Nomor 5/1999 adalah pengaturan produksi maupun harga yang bertujuan untuk kepentingan anggota kartel. Sementara dalam kasus apkir dini, tujuannya bukan untuk keuntungan para pelaku usaha karena pengaturan produksi didasarkan atas perintah atau instruksi pemerintah.
Dalam hal ini, pelaku usaha meyakini dan harus tunduk bahwa tujuan kebijakan pemerintah tersebut adalah untuk kepentingan umum. “Jadi, dalam perkara apkir dini para terlapor justru menunjukkan kepatuhan dengan menjalankan instruksi pemerintah,” tambahnya.
Dia menambahkan, berdasarkan UU Nomor 5/1999 kartel adalah perjanjian horizontal antara satu pihak dengan pihak lain untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan/atau pemasaran suatu barang dan/atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
Sementara, dalam kesepakatan yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk melakukan apkir dini tidak termasuk dalam perjanjian sebagaimana dimaksud, karena pihak-pihak yang bersepakat tidak dapat memberikan sanksi apabila ada salah satu pihak yang tidak menjalankan kesepakatan atau wanprestasi.
“Yang bisa memberi sanksi adalah pemerintah yang menginstruksikan apkir dini. Jadi, kesepakatan di sini bukan dalam konteks suatu perjanjian, tetapi lebih kepada perbuatan bersama,” paparnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News