Reporter: Epung Saepudin | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Kontroversi atas keputusan Bank Indonesia (BI) yang memberikan sanksi kepada Bank Mega masih terus bergulir. Setelah kalangan bankir, kini, sejumlah pakar hukum menganggap langkah BI cukup gegabah. Hal itu menyusul diberikannya sanksi berupa penghentian penambahan nasabah deposit on call baru dan perpanjangan rekening deposito lama, serta penghentian pembukaan jaringan kantor baru selama satu tahun, terhitung sejak 24 Mei 2011 kepada Bank Mega.
Pakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chaerul Huda menilai, BI dalam menghukum Bank Mega menggunakan kerangka instrumen hukum pidana. "BI menggunakan instrumen pidana yang berjalan saat ini. Itu bukan kewenangan BI," ujar Chaerul, Kamis (26/5).
Dia lantas menjelaskan, hukuman Bank Mega untuk membuat escrow account sebesar Rp 191 miliar untuk mengganti kerugian Elnusa sebesar Rp 111 miliar dan Pemerintah Kabupaten Batubara sebesar Rp 80 miliar dinilai berlebihan lantaran belum ada putusan pengadilan. "Mestinya BI cukup beri sanksi administrasi," katanya.
Senada, pengamat ekonomi Aviliani menambahkan, mestinya BI tidak menjatuhkan sanksi kepada Bank Mega sebelum ada putusan pengadilan. "Karena dari segi hukum belum selesai. Kesalahan itu tidak bisa dibebankan kepada Bank Mega saja," ujarnya.
Aviliani bilang, hingga saat ini belum ada putusan pengadilan siapa yang paling bersalah. "Apakah kesalahan di pihak bank atau di pihak pemilik rekening. Jadi tidak bisa begitu saja Bank Mega diberi sanksi," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News