Sumber: The Jakarta Post | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Menggandakan waktu, katanya, tergantung pada kemampuan virus untuk menginfeksi, besarnya temuan kasus dan efektivitas intervensi.
"Tujuh puluh satu ribu kasus mungkin terdengar menakutkan, tapi itulah yang akan terjadi tanpa intervensi yang tepat. Presiden telah mendesak publik untuk mempraktikkan jarak sosial dan kami berharap semua orang mendengarkannya sehingga kami dapat mengurangi waktu penggandaan," paparnya kepada The Jakarta Post.
Dia menambahkan bahwa informasi yang jelas dan transparan tentang tempat-tempat yang dikunjungi oleh pasien COVID-19 penting untuk mengurangi tingkat pertumbuhan eksponensial penyakit sehingga masyarakat dapat menghindari daerah ini.
Baca Juga: Ingat, jadwal operasional sejumlah bank dibatasi mulai hari ini
Menurut proyeksi Hadi Susanto, seorang profesor Matematika Terapan di Universitas Essex di Inggris dan Universitas Sains dan Teknologi Khalifa di Uni Emirat Arab, puncak COVID-19 di Indonesia adalah sekitar bulan Ramadan, yang diharapkan akan berlangsung dari 23 April hingga 23 Mei.
Dengan asumsi bahwa bahkan setelah penguncian diberlakukan dan orang-orang masih bekerja dan melakukan bisnis seperti biasa dan hanya ada dua kelompok orang, yang sehat dan yang sakit, 50% dari populasi dapat terinfeksi dalam 50 hari setelah kasus pertama diumumkan oleh Presiden pada 2 Maret, katanya.
Baca Juga: Hipmi akan ikuti anjuran Anies Baswedan untuk penghentian perkantoran
“Kami menggunakan Jakarta sebagai sampel dengan populasi sekitar 10 juta. Pada puncaknya, virus ini dapat menginfeksi 50% populasi,” kata Hadi kepada The Jakarta Post, Jumat.
Hadi menambahkan, jika tidak ada kebijakan lockdown dan orang-orang dapat dengan mudah masuk dan keluar dari ibukota, maka "pandemi tidak akan mencapai puncaknya dan jumlah orang sakit akan terus bertambah".
“Ini prediksi pesimistis saya, dibentuk dengan model matematika sederhana. Dan tentu saja, saya berharap saya benar-benar salah," katanya.
Achmad Yurianto, direktur jenderal pengendalian dan pencegahan penyakit Kementerian Kesehatan, mengatakan pada konferensi pers pada hari Jumat bahwa pemerintah telah menyiapkan 1 juta test kit untuk pengujian besar-besaran.
“Antara 600.000 dan 700.000 orang berisiko (tertular COVID-19),” katanya, seraya menambahkan bahwa hanya mereka dengan risiko infeksi yang lebih besar yang akan diuji..