Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Pengamat menilai, banyaknya dissenting opinion (DO) dalam putusan banding perusahaan Asian Agri Group (AAG) mengindikasikan adanya masalah terkait penerbitan surat ketetapan pajak (SKP) yang sepenuhnya menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung (MA).
"Bisa jadi, alasan DO karena hakim melihat ada langkah Ditjen Pajak yang kurang tepat dengan menjadikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) sebagai bukti permulaan untuk menyasar kasus pidana pajak perusahaan AAG," kata pengamat perpajakan Fakultas Hukum UGM Adrianto Dwi Nugroho dalam keterangannya, Jumat (20/2).
Padahal, kata dia, hasil akhir LHP mestinya adalah penerbitan SKP yang mengutamakan tindakan untuk menyelesaikan masalah administrasi perpajakannya. "Filosofi pajak adalah mengumpulkan dana bukan mempidana," ujarnya.
Selain itu, LHP pajak dalam kasus terkait manajer pajak AAG, Suwir Laut, ini bahkan tidak pernah disampaikan kepada pihak AAG.
Seperti diketahui, pendapat berbeda atau DO keempat--yang disampaikan satu dari tiga hakim majelis Pengadilan Pajak--kembali mewarnai putusan banding untuk perusahaan AAG. Putusan banding dengan DO dari majelis hakim yang lain adalah untuk PT Raja Garuda Mas Sejati, PT Rigunas Agri Utama, dan PT Supra Matra Abadi.
Dalam sidang pengucapan putusan banding PT Andalas Intiagro Lestari (AIL)-perusahaan AAG keenam yang dibacakan putusannya Rabu (18/2), hakim anggota Entis Sutisna menilai Pengadilan Pajak tak berwenang memeriksa dan memutuskan materi banding yang diajukan pemohon karena merupakan tindak lanjut atas putusan kasasi Mahkamah Agung.
"Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKP KB) PPh Pasal 26 dan PPh Badan yang diterbitkan Ditjen Pajak bukan merupakan hasil pemeriksaan. UU KUP tidak mengatur kondisi yang semacam ini. Karena itu permohonan banding tidak dapat diterima oleh Pengadilan Pajak," tuturnya.
Adrianto mengatakan meskipun pilihan memutuskan menerbitkan SKP tak salah, masyarakat tak bisa menghindari kesan bahwa kasus AAG harus dihukum atau dibebani sanksi seberat-beratnya.
"Ada sanksi di atas sanksi khususnya dari aspek besaran denda administrasi perpajakan yang dikenakan pada AAG," tuturnya menambahkan pendapat berbeda mengindikasikan adanya hakim yang relatif independen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News