kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,40   8,81   0.99%
  • EMAS1.332.000 0,60%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diramal jadi tumpuan penerimaan pajak 2021


Jumat, 19 Juni 2020 / 15:51 WIB
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diramal jadi tumpuan penerimaan pajak 2021
ILUSTRASI. Pelayanan kembali dibuka di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kupang, NTT, Selasa (16/6/2020). KPP Pratama Kupang kembali membuka pelayanan bagi wajib pajak dengan metode tatap muka namun dengan tetap menerapkan protokol kesehatan pencegahan COVID-19.ANTARA


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pengamat pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) memperkirakan di tahun depan, jenis pajak yang bersifat konsumsi dan berbasis kekayaan umumnya relatif masih bisa diandalkan dan lebih cepat pulih jika dibandingkan dengan pajak penghasilan (PPh).

Oleh karena itu, Pengamat Pajak DDTC Darussalam mengatakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) masih bisa dioptimalkan untuk menjamin penerimaan pajak. Hal ini disebabkan oleh optimisme aktivitas ekonomi yang sudah bakal  membaik di tahun depan.

Baca Juga: Begini cara pemerintah mengatasi tiga dampak wabah corona ke ekonomi

Di sisi lain, PPN dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) akan secara penuh diterapkan oleh pemerintah pada 2021. Darussalam mengatakan, mengingat implementasinya sudah jalan pada awal Agustus 2020, maka seharusnya tahun depan makin banyak pelaku PMSE dalam dan luar negeri yang menyetorkan PPN.

“Selain itu, kita juga bisa mulai memperluas basis pajak semisal dari objek baru. Inilah mengapa pascapandemi kita harus mulai melanjutkan agenda reformasi pajak,” kata Darussalam kepada Kontan.co.id, Jumat (19/6).

Baca Juga: Rekor, kontribusi pajak dan dividen Pertamina capai Rp 136,6 triliun di 2019

Kendati demikian, Darussalam mengibau tahun depan serenteng tantangan masih menghantui penerimaan pajak. Kata dia, perlu dipahami bahwa umumnya pemulihan penerimaan pajak berjalan lebih lambat daripada pemulihan ekonomi. Artinya, ada jeda waktu dan tidak bisa dilakukan secara cepat.

“Pemulihan yang lebih lambat tersebut salah satunya disebabkan oleh masih adanya relaksasi pajak karena adanya ekonomi yang masih rentan. Dari kacamata tersebut memang ruang untuk meningkatkan penerimaan pajak juga relatif terbatas,” ujar Darussalam.

Sebagai catatan, pemerintah menaksir pada 2021 penerimaan perpajakan tumbuh 2,6%-10,5% yoy atau setara  Rp 1.441,07 triliun-Rp 1.551,9 triliun. Angka tersebut, berdasarkan indikasi realisasi penerimaan perpajakan di tahun 2020 yang bisa turun 9,2% yoy atau setara Rp 1.404,5 triliun.

Baca Juga: Defisit APBN bengkak hingga 6%, Menkeu berharap Covid-19 bisa diatasi di kuartal III

Rinciannya, untuk penerimaan pajak 2021 berkisar Rp 1.232,3 triliun-Rp 1.331,8 triliun, diperkirakan tumbuh 2,8%-11,1% secara tahunan. Lalu, penerimaan kepabenan dan cukai sebesar Rp 207,75 triliun-Rp 219,89 triliun, tumbuh 1%-6% secara tahunan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×