kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   18.000   1,19%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Pajak Karbon bisa memperburuk ekonomi


Minggu, 25 Juli 2021 / 22:47 WIB
Pajak Karbon bisa memperburuk ekonomi
ILUSTRASI. Pengendara mengisi bahan bakar minyak di SPBU Pertamina, Jakarta, Minggu (2/5/2021).


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto

Jika kebijakan tersebut dijalankan tanpa adanya aksi tindak lanjut atau follow-up action yang terukur, maka akan menimbulkan tekanan negatif terhadap semua variabel makroekonomi.

Hasil analisa menunjukkan bahwa produk domestic bruto (PDB), konsumsi riil, dan tenaga kerja (employment) diprediksi akan terlebih rendah.

Baca Juga: Perubahan PPnBM jadi PPN berpotensi kerek harga jual kendaraan

Keluaran (output) nasional diprediksi akan tumbuh 0,06% lebih rendah dibandingkan kondisi normal atau business as usual (BAU) pada tahun 2022 meskipun penerapan pajak karbon dilakukan secara bertahap yakni US$ 3 per ton CO2e pada tahun 2022, US$ 6 per ton CO2e pada tahun 2023, US$ 12 per ton CO2e pada tahun 2024.

Di sisi lain, seiring dengan peningkatan tingkat pajak pada tahun 2023 dan 2024, jarak (gap) antara pertumbuhan ekonomi dengan kebijakan pajak karbon diprediksi akan semakin lebar menjadi 0,12% dan 0,29% lebih rendah dibandingkan dengan kondisi BAU pada kedua tahun tersebut.

Pada periode-periode selanjutnya, meski besaran pajak karbon dipertahankan tetap pada level US$ 12 per ton CO2e, dampak terhadap pertumbuhan ekonomi tidak menghilang, bahkan diprediksi akan semakin besar.

Pada tahun 2030, ekonomi Indonesia diprediksi akan tumbuh 0,58% lebih rendah dibandingkan kondisi BAU jika Indonesia menerapkan pajak karbon tanpa adanya follow-up actions.

Dampak yang lebih besar diprediksi akan terjadi pada konsumsi riil, di mana kebijakan pajak karbon diprediksi akan mengakibatkan konsumsi riil jauh lebih rendah dibandingkan dengan kondisi BAU.

Besaran konsumsi riil diprediksi akan 0,417% lebih rendah jika dibandingkan dengan kondisi BAU pada tahun 2022, dan gap tersebut terus melebar hingga mencapai 1,97% pada tahun 2030.

Sejalan dengan peningkatan pajak karbon pada tahun 2023 sebesar 2 kali lipat, konsumsi riil diprediksi akan terkoreksi menjadi hampir 2 kali lipat, yakni sebesar 0,842% lebih rendah dibandingkan kondisi BAU.



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×