Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Outstanding Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) konsisten menunjukkan tren penurunan sejak Desember 2024 sampai dengan Maret 2025. Penurunan ini dinilai sebagai kebijakan fiskal yang ditempuh Bank Indonesia untuk menjaga kebijakan fiskal pemerintah dan pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan data terbaru dari Bank Indonesia, outstanding SRBI tercatat menurun 3,5% secara year to date (YtD) dari Rp 923,53 triliun per Desember 2024, menjadi Rp 891,12 triliun per Maret 2025.
Ekonom Bank Danamon Hosianna Evalia Situmorang mengatakan, penurunan outstanding SRBI ini masih sejalan dengan arah kebijakan Bank Indonesia,yang akan mulai menurunkan SRBI secara bertahap. Penyesuaian ini mempertimbangkan kebutuhan pemerintah yang akan meningkatkan penerbitan SBN secara front-loading.
Baca Juga: Saham Kurang Untung, ADPI Sarankan Dapen Ambil Alternatif Investasi ke SBN dan SRBI
"Jadi ruang penurunan SRBI kemungkinan masih terbuka ke depan, selama likuiditas perbankan tetap terjaga dan koordinasi fiskal-moneter tetap solid," ungkap Ana, sapaan akrab Hosianna kepada Kontan, Minggu (20/4).
Di tengah volatilitas nilai tukar, Ia menilai masih ada potensi BI kembali memanfaatkan SRBI untuk menarik aliran modal asing sebagai bagian dari upaya stabilisasi rupiah. Pasalnya, instrumen ini tetap menjadi opsi fleksibel yang bisa digunakan BI sesuai dinamika pasar dan tekanan eksternal yang berkembang.
Di sisi lain terkait potensi crowding out akibat peningkatan penerbitan SBN dan SRBI secara bersamaan, Ia menyebut BI masih memiliki ruang melalui kebijakan makroprudensial yang mendukung likuiditas sektor perbankan.
"Selain itu, suku bunga dasar kredit (SBDK) di sektor-sektor prioritas yang mendapat insentif juga tercatat mulai menurun, mencerminkan transmisi kebijakan BI yang masih berjalan efektif tanpa mengganggu pembiayaan ke sektor riil," ungkap Ana.
Sepakat, Ekonom dan Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah juga menyampaikan, dengan kondisi penurunan daya beli dan tantangan perlambatan pertumbuhan ekonomi di dalam negeri, kebijakan fiskal dan moneter diharapkan bisa semakin ekspansif.
Baca Juga: Gubernur BI: Imbal Hasil SBN dan SRBI Masih Menarik bagi Investor Asing
Lebih lanjut Piter menjelaskan, dampak negatif dari SRBI adalah crowding out yang memperlemah sumber-sumber pembiayaan fiskal, yang pada akhirnya semakin memperlambat pertumbuhan ekonomi.
"Artinya ke depan BI diharapkan semakin mengurangi SRBI. SRBI ini instrumen moneter yang bersifat kontraksi, menyedot likuiditas dari perekonomian. Tujuannya lebih kepada stabilitas nilai tukar rupiah, tapi di sisi lain berdampak negatif terhadap penyaluran kredit dan pertumbuhan ekonomi," ungkap Piter kepada Kontan, Minggu (20/4).
Dalam catatan Kontan, aliran modal asing melakukan beli neto atas SBN tercatat sebesar Rp 13,05 triliun, dan beli neto SRBI sebesar Rp 7,11 triliun sampai Minggu ke 2 Februari
Selanjutnya: Saham di Indeks SMC Liquid Bisa Jadi Pilihan saat Pasar Bergejolak, Ini Saran Analis
Menarik Dibaca: Panduan Menata Keuangan Setelah Hari Raya Idul Fitri ala Bank Neo
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News