Reporter: Dwi Nur Oktaviani | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Ketua Panja RUU Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Nusron Wahid, menyatakan OJK ke depannya akan memiliki kewenangan Pemeriksaan dan Penyidikan layaknya penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, namun versi sektor jasa keuangan.
Dalam Rancangan Undang-Undang OJK yang hari ini disahkan DPR mencantumkan BAB XI Penyidikan pasal 49 (1) menyebutkan bahwa pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya yang meliputi pengawasan sektor jasa keuangan di lingkungan OJK, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Lalu, sambungnya, dalam ayat (3) disebutkan, penyidik Pegawai Negeri Sipil OJK tersebut berwenang antara lain (a) menerima laporan, pemberitahuan, atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di sektor jasa keuangan, (b) melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di sektor jasa keuangan, (c) melakukan penelitian terhadap setiap orang yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di sektor jasa keuangan, (d) penyidik OJK juga berwenang memanggil, memeriksa, serta meminta keterangan dan barang bukti dari Setiap Orang yang disangka melakukan, atau sebagai saksi dalam tindak pidana di sektor jasa keuangan, kemudian melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di sektor jasa keuangan. Kemudian, (e), penyidik OJK bisa melakukan penggeledahan di setiap tempat tertentu yang diduga terdapat setiap barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang yang dapat dijadikan bahan bukti dalam perkara tindak pidana di sektor jasa keuangan, (g) penyidik OJK bisa meminta data, dokumen, atau alat bukti lain, baik cetak maupun elektronik kepada penyelenggara jasa telekomunikasi. Serta, (f) penyidik OJK Dalam keadaan tertentu bisa meminta kepada pejabat yang berwenang untuk melakukan pencegahan terhadap orang yang diduga telah melakukan tindak pidana di sektor jasa keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan (i) meminta bantuan aparat penegak hukum lain.
“Untuk mendukung kewenangan penegakan hukum, selain pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia. OJK memang memberi kewenangan khusus kepada pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengawasan sektor jasa keuangan,” ujar Nusron dalam pemaparan RUU OJK di sidang paripurna, Kamis (27/10).
Meski memiliki kewenangan menyidik, imbuhnya, tapi para penyidik OJK tidak memiliki kewenangan penuntutan. Mekanisme yang digunakan adalah, penyidik OJK hanya menyampaikan hasil penyidikannya kepada Jaksa. “Nantinya hasil penyidikan akan ditindaklanjuti oleh kejaksaan paling lambat 90 hari sejak diterimanya hasil penyidikan,” jelasnya.
OJK mulai beroperasi pada 31 Desember 2012 untuk fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya yang sebelumnya menjadi wewenang Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK. Sementara untuk fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK mulai 31 Desember 2013.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News