kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

OECD ramalkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2011 sebesar 6,3%


Selasa, 29 November 2011 / 15:29 WIB
OECD ramalkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2011 sebesar 6,3%
ILUSTRASI. Makin terjangkau, harga HP OPPO A31 RAM 6 GB kini hanya Rp 2 jutaan


Reporter: Herlina KD | Editor: Edy Can


JAKARTA. Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini hanya akan mencapai 6,3% lebih rendah ketimbang target pertumbuhan ekonomi yang dipatok pemerintah sebesar 6,5%. Salah satu alasannya karena resesi global yang dipicu krisis utang Eropa dan kebijakan fiskal Amerika Serikat.

Laporan OECD menyebutkan, ketidakpastian perekonomian global akhir-akhir ini akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi di Asia. Sebagai bagian dari ekonomi dunia, OECD mengatakan negara-negara berkembang di Asia termasuk Indonesia tidak bisa mengelak dari imbas perlambatan ekonomi global.

Direktur OECD Development Center Mario Pezzini mengatakan, pertumbuhan ekonomi negara Asia akan bergerak naik secara bertahap mulai tahun 2012 sampai 2016 nanti. Selama 2012-2016, dia mengatakan, ekonomi Indonesia akan tumbuh rata-rata 6,6% per tahun dan paling tinggi diantara lima negara Asia lain seperti Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam.

Menurut OECD, perekonomian ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh kuat karena didorong oleh permintaan domestik yang tinggi. "Indonesia memiliki momentum kuat dimana permintaan domesktik kuat dan memiliki makro ekonomi yang stabil," tambah Deputi Sekretaris Jenderal OECD Rintaro Tamaki.

Menanggapi ramalan itu, pemerintah masih optimis target pertumbuhan ekonomi Indonesia 2011 masih akan tercapai. Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar yakin lantaran pertumbuhan ekonomi kuartal III 2011 mencapai 6,5%. "Dari pemerintah tidak ada revisi, pertumbuhan ekonomi tahun ini (6,5%) bisa tercapai," tandasnya.

Mahendra bilang, krisis di Eropa dan Amerika membuat negara-negara berkembang harus merevisi sumber pertumbuhannya, terutama dari sisi investasi dan perdagangan (ekspor). Jika sebelumnya negara-negara berkembang berorientasi pada ekspor ke negara-negara maju, kini hal tersebut sulit dipertahankan karena krisis yang melanda negara maju. Makanya, "Kita akan lebih memperhatikan pasar domestik dan pasar di kawasan yang tidak terkena krisis," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×