kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

OECD kritik belanja subsidi energi Indonesia


Kamis, 27 September 2012 / 19:06 WIB
OECD kritik belanja subsidi energi Indonesia
ILUSTRASI. Petugas melayani nasabah di CIMB Niaga Syariah, Jakarta, Senin (10/12). KONTAN/Carolus Agus Waluyo


Reporter: Herlina KD | Editor: Edy Can

JAKARTA. Organisasi untuk Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi (Organization for Economic Cooperation and Development/OECD) menilai perekonomian Indonesia cukup bagus dan mampu bertahan dalam kondisi krisis. Hanya saja, OECD menilai Indonesia perlu mengurangi subsidi energi untuk bisa mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Sekretaris Jenderal OECD Angel Gurria menyatakan belanja subsidi energi yang hampir mencapai seperempat dari total belanja APBN membuat ruang fiskal pemerintah semakin sempit. Hal ini membuat pemerintah sulit mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk sektor infrastruktur, kesehatan dan pendidikan.

Seperti diketahui, dalam RAPBN 2013 pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi energi sebesar Rp 274,7 triliun. Rinciannya, subsidi BBM, LPG dan BBN sebesar Rp 193,8 triliun, dan subsidi listrik sebesar Rp 80,9 triliun. Sementara itu, total belanja negara dalam RAPBN 2013 sebesar Rp 1.657,9 triliun.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengakui, besaran subsidi energi memang meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan energi. Ia sepakat, secara umum subsidi harus terus diperbaiki strukturnya. "Pemberian subsidi energi baik BBM dan subsidi listrik yang sesuai sasaran perlu ditingkatkan," jelasnya.

Menurutnya, pada 2012 sebenarnya pemerintah sudah berencana menaikkan harga BBM bersubsidi karena harga tingginya harga minyak mentah dunia. Sayangnya, kenaikan harga BBM belum bisa diimplementasikan karena syarat-syarat kenaikan harga BBM belum terpenuhi.
 
Nah, di tahun 2013, Agus melihat perkembangan harga minyak dunia tidak terlalu tinggi sehingga kebutuhan menaikkan harga BBM bersubsidi belum terlalu mendesak. "Kami mungkin tidak perlu buru-buru melakukan penyesuaian (harga BBM bersubsidi) karena kita tidak ingin dampak inflasinya membuat rakyat bertambah miskin," ujar Agus.

Hanya saja, pemerintah berkomitmen untuk tetap memperbaiki struktur subsidi yang tepat sasaran. Sehingga, pada tahun depan pemerintah sudah mendapat persetujuan untuk menaikkan tarif listrik. Rencana kenaikan tarif listrik ini juga telah mendapat persetujuan DPR. Menuurt Agus, dengan disetujuinya kenaikan tarif listrik ini merupakan sinyal positif bagi pemerintah untuk memperbaiki alokasi subsidi yang lebih tepat sasaran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×