Reporter: Arif Wicaksono, Fahriyadi | Editor: Dadan M. Ramdan
JAKARTA. Rencana pemerintah menaikkan tarif listrik sebesar 15% mulai awal tahun depan sudah mendapat lampu hijau dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Tapi, kalangan pengusaha masih gondok dengan rencana ini. Bahkan mereka mengancam akan mengurangi jumlah karyawan alias pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai cara menekan biaya produksi.
Anton Supit, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan, kenaikan tarif listrik sebesar 15% menjadi pukulan telak bagi pengusaha karena menyebabkan lonjakan biaya produksi hingga 25%. "Seperti pengusaha tekstil dan es balok yang pemakaian listriknya besar, biaya produksinya pasti akan melonjak," ujar Anton, Minggu (23/9).
Itu sebabnya, pengusaha mencari cara bertahan usaha dan pilihan ekstremnya adalah dengan pemangkasan karyawan. PHK, Anton bilang, bukan berarti mengorbankan buruh tapi peringatan kepada pembuat kebijakan.
Pemerintah harus memberikan insentif bagi industri yang sudah menyediakan lapangan pekerjaan, bukan membebani dengan kenaikan harga listrik tinggi. Insentif ini penting karena industri dalam negeri masih terbebani bunga bank tinggi, biaya di pelabuhan yang mahal dan upah buruh wajib naik setiap tahun.
Dengan kondisi demikian, daya saing industri nasional semakin menurun, terlebih efek tarif listrik naik pengusaha tidak mendapat kompensasi. "Seharusnya, pemerintah menurunkan suku bunga dan menghapus berbagai pungutan liar yang membebani pengusaha sebelum mengerek tarif listrik," tandasnya.
Masih disubsidi
Menurut Anton, mengganti tenaga kerja dengan mesin sebagai opsi yang sulit tapi tidak bisa dihindari. Makanya, "Kami mengimbau pemerintah berlaku ramah kepada industri padat karya dengan memberikan insetif," ujarnya.
Rudi Rubiandini, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menilai, pengusaha tidak perlu mengeluh karena masih memperoleh subsidi meski jumlahnya dikurangi mulai tahun depan. "Industri masih menikmati subsidi sebesar Rp 20 triliun tahun 2013," ujarnya.
Rudi menambahkan, dampak kenaikan tarif listrik juga tidak berimplikasi besar terhadap kenaikan harga barang dan jasa. "Sudah dihitung sama Kementerian Keuangan, kenaikan inflasi hanya 0,3%," ungkapnya.
M. Komarudin, Ketua Umum Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia (FISBI) menyatakan, pihaknya masih mencermati ancaman PHK buruh terkait kenaikan harga strum. "Kalau dampaknya besar, baru kami bergerak," tandasnya.
Seharusnya, pengusaha menempatkan pekerja sebagai bagian penting dari sistem produksi, sehingga tidak gampang main PHK sepihak hanya gara-gara listrik naik.
Selama ini, ketika ada benturan kepentingan antara pemerintah dengan pengusaha, Komarudin bilang, buruh selalu menjadi korbannya. Nah, sampai kapan nasib buruh harus terus seperti ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News