Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Era transformasi global membawa tantangan besar dalam sistem perpajakan global.
Head of The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) Jakarta Office, Massimo Geloso Grosso mengatakan bahwa digitalisasi, perubahan rantai pasok, perubahan iklim, hingga ketegangan geopolitik telah mengubah cara dunia berdagang, berinvestasi dan memproduksi.
Kondisi ini, menurutnya, tidak hanya mengubah pola perdagangan dan investasi, tetapi juga memaksa negara-negara menyesuaikan desain dan implementasi sistem perpajakan.
"Perpajakan yang selalu menjadi fondasi utama pendapatan pajak, kini menghadapi tantangan baru," ujar Massimo dalam acara The 15th TIF International Tax Seminar, Rabu (24/9/2025).
Baca Juga: OECD Revisi Naik Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Apa Pendorongnya?
Salah satu tantangan utama adalah ekonomi digital. Ia menyebut, teknologi memungkinkan perusahaan multinasional beroperasi lintas negara tanpa kehadiran fisik, membuat aturan pajak tradisional menjadi kurang efektif.
Di sisi lain, ada konsensus global yang berkembang untuk melawan penghindaran pajak, memastikan keadilan, serta menciptakan sumber penerimaan yang berkelanjutan demi pertumbuhan inklusif.
Dalam konteks Indonesia, Massimo menilai pemerintah telah mengambil langkah penting untuk menyesuaikan kebijakan perpajakan dengan perkembangan internasional. Salah satunya melalui keterlibatan aktif dalam OECD-G20 Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).
Ia menyoroti penerapan Global Minimum Tax (GMT) atau Pajak Minimum Global dengan tarif efektif minimum 15% bagi perusahaan multinasional besar sebagai tonggak penting reformasi pajak dunia.
"Indonesia sepenuhnya berkomitmen untuk menerapkan kerangka kerja ini guna melindungi basis pajaknya sambil memastikan dapat menarik investasi internasional yang substansial untuk mendukung pembangunan, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong pertumbuhan ekonomi," katanya.
Baca Juga: Ada Lonjakan Investasi, OECD Naikkan Proyeksi Ekonomi Indonesia untuk 2025 dan 2026
Selain itu, Indonesia juga telah memperkuat regulasi domestik untuk menghadapi praktik transfer pricing yang agresif.
Upaya tersebut dilakukan melalui Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan dan aturan turunan, termasuk dokumentasi transfer pricing, pelaporan per negara (country-by-country reporting), serta aturan anti penghindaran pajak yang lebih ketat.
"Indonesia juga telah menyesuaikan kebijakan PPh Badan, PPN, dan cukai untuk menciptakan sistem pajak yang lebih tangguh dan adil yang mencegah pengikisan basis pajak sambil mendukung pertumbuhan berkelanjutan," tandasnya.
Seperti yang diketahui, Indonesia resmi menerapkan pajak minimum global. Penerapan ini seiring dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2024 terkait pengenaan pajak minimum global yang mulai berlaku pada tahun pajak 2025.
Penerapan ketentuan pajak minimum global bagian dari kesepakatan Pilar Dua yang digagas G20 dan dikoordinasikan OECD, serta didukung 140 negara lebih.
Ketentuan ini berlaku bagi wajib pajak badan yang merupakan bagian dari grup perusahaan multinasional dengan omzet konsolidasi global sedikitnya 750 juta Euro.
Wajib pajak dimaksud akan dikenakan pajak minimum global dengan tarif 15% mulai tahun pajak 2025. Dalam hal tarif pajak efektif kurang dari 15%, Wajib Pajak harus melakukan pembayaran pajak tambahan (top up) paling lambat pada akhir tahun pajak berikutnya.
Sebagai contoh, untuk tahun pajak 2025, estimasi jumlah pajak dibayarkan paling lambat tanggal 31 Desember 2026.
Selanjutnya: MMKSI Unjuk Gigi Tampilkan Dua Model Unggulan di GIIAS Semarang 2025
Menarik Dibaca: Ada Lazada Pesta Gajian September Mega Sale, Ini Kategori Produk yang Bisa Diincar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News