Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasus penyiraman air keras terhadap Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan masih belum jelas. Terkait hal itu, Novel mendesak Presiden Joko Widodo turun tangan dalam penanganan kasus ini.
Presiden Jokowi dinilai turut bertanggung jawab atas tuntutan hukuman satu tahun penjara bagi dua terdakwa penyiram air keras, Rahmat Kadir dan Ronny Bugis, yang diniliai terlalu ringan oleh banyak pihak.
"Keterlaluan memang, sehari-hari bertugas memberantas mafia hukum dengan UU Tipikor tetapi jadi korban praktek lucu begini, lebih rendah dari orang menghina. Pak @jokowi , selamat atas prestasi aparat bapak. Mengagumkan...," tulis Novel dalam akun Twitter miliknya, @nazaqistsha, Kamis (11/6/2020).
Baca Juga: Jokowi yakin hakim akan memutus dengan adil proses hukum penyidik KPK Novel Baswedan
Novel Baswedan selaku korban dalam peristiwa ini menilai, tuntutan ringan tersebut menunjukkan buruknya penegakan hukum di Indonesia karena norma keadilan diabaikan selama jalannya persidangan.
"Saya melihat ini hal yang harus disikapi dengan marah. Kenapa? Karena ketika keadilan diinjak-injak, norma keadilan diabaikan, ini tergambar bahwa betapa hukum di negara kita nampak sekali compang-camping," kata Novel dalam video yang diterima Kompas.com, Jumat (12/6/2020).
Baca Juga: Satu terdakwa penyiraman Novel Baswedan bisa bebas, ini alasannya
Peristiwa penyiraman air keras yang dialaminya, dinilai merupakan penganiayaan level tinggi karena direncanakan, menggunakan air keras, serta menyebabkan luka berat. Namun, Novel heran penganiayaan level tinggi itu hanya diganjar dengan tuntutan hukuman satu tahun penjara.
"Bayangkan, perbuatan selevel itu yang paling maksimal itu dituntut setahun dan terkesan penuntut justru bertindak seperti penasehat hukum atau pembela dari terdakwanya, ini hal yang harus diproses, dikritisi," kata Novel.
Novel pun mendesak Presiden Jokowi untuk turun tangan memperbaiki hukum yang compang-camping tersebut.
Ia khawatir tanpa perhatian dari Kepala Negara, peristiwa yang dialaminya itu akan berulang, bahkan turut dialami oleh masyarakat lain. "Kalau pola-pola seperti ini tidak pernah dikritisi, tidak pernah diprotes dengan keras, dan kemudian Presiden juga membiarkan, saya sangat meyakini bahwa pola-pola demikian akan mudah atau banyak terjadi kepada masyarakat lainnya," kata Novel.