kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Nilai tukar petani dan nelayan akan jadi indikator RAPBN, apa kata ekonom?


Selasa, 23 Juni 2020 / 14:37 WIB
Nilai tukar petani dan nelayan akan jadi indikator RAPBN, apa kata ekonom?
ILUSTRASI. Nilai tukar petani (NTP) dan nilai tukar nelayan (NTN) akan digunakan untuk penyusunan RAPBN 2021.


Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dan Komisi XI DPR sepakat menambahkan indikator nilai tukar petani (NTP) dan nilai tukar nelayan (NTN) ke dalam indikator pembangunan yang akan digunakan untuk penyusunan RAPBN 2021. Indeks dari kedua indikator ini pun dipatok dengan nilai yang sama, yaitu antara 102-104.

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy Manilet mengatakan, pemerintah perlu memperhatikan ukuran dari kedua indikator itu sendiri.

"NTP betul sering digunakan secara umum untuk ukuran indikator kesejahteraan petani, tetapi dalam hitungan indikator ini terdapat beberapa kelemahan," ujar Yusuf kepada Kontan.co.id, Selasa (23/6).

Kelemahannya, NTP tidak memasukan buruh tani dalam ukuran perhitungan. Padahal buruh tani inilah yang bekerja di ladang atau sawah.

Baca Juga: Nilai tukar petani dan nelayan jadi indikator untuk menyusun RAPBN 2021

Selain itu, NTP juga dinilai tidak merekam ukuran produktivitas petani, belum lagi NTP tidak membagi perhitungan petani berdasarkan ukuran lahan. Jadi memang ada potensi bias dari ukuran NTP ini.

Dengan demikian, pemerintah perlu mematangkan ukuran perhitungan NTP dan NTN sebelum diangkat menjadi indikator kesejahteraan petani dan nelayan. Ia menjelaskan, cara yang bisa ditempuh pemerintah adalah dengan melakukan studi terlebih dahulu dengan para pakar dan pelaku usaha di lapangan.

"Jika jadi masuk (ke dalam indikator makro), saya belum bisa melihat sense NTP dan NTN dalam asumsi makro APBN," kata Yusuf.

Di dalam asumsi makro eksisting, ada ukuran mengenai pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, suku bunga, tingkat pengangguran terbuka, tingkat kemiskinan, rasio gini, serta indeks pembangunan manusia (IPM).

Yusuf mengatakan, indikator tersebut tentu akan berpengaruh terhadap penerimaan dan belanja negara. Namun jika misalnya nilai NTP turun, Yusuf menilai nilai tersebut tidak akan berpengaruh terhadap penerimaan negara.

Di situlah, ia belum melihat keterkaitan antara indeks NTP dan NTN dengan penerimaan atau pengeluaran negara.

"Jika misalnya NTP dan NTN dimasukan ke asumsi makro agar bisa mendapat perhatian lebih karena ada target per tiap tahunnya, di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) kan sudah ada, belum lagi potensi indikator bias dalam ukuran NTP dan NTN itu sendiri," kata Yusuf.

Yusuf menyarankan, akan lebih baik apabila kedua indikator ini memang dimasukkan ke dalam RPJMN saja sebagaimana biasanya. Apalagi belum terlihat jelas ukuran indikatornya akan seperti apa.

Untuk itu pemerintah perlu melakukan studi lebih lanjut jika benar kedua indikator ini jadi dimasukkan ke dalam asumsi makro.

"Apakah kenaikan nilai indeks NTP atau NTN ini nantinya bisa diartikan dengan meningkatnya kesejahteraan petani dan nelayan? Tentu tidak, karena realisasi di lapangan tidak selalu sama seperti yang rencana, inilah yang sebut bias dalam ukuran NTP atau NTN," imbuhnya.

Baca Juga: Ini alasan DPR tambahkan NTP dan NTN ke dalam indikator asumsi makro RAPBN 2021

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×