Reporter: Yudho Winarto | Editor: Edy Can
JAKARTA. Pemberian ganti rugi akibat pencemaran Laut Timor belum tuntas hingga sekarang. Menteri Perhubungan Freddy Numberi mengaku belum ada kesepakatan soal ganti rugi tersebut.
Rencananya, pemerintah baru akan membuat nota kesepahaman penyelesaian pencemaran laut tersebut. "Akhir Juni mungkin sekitar tanggal 29 ini sudah ditandatangani MoU penyelesaian Montara. Baru setelah itu masuk tahap negoisasi," katanya di Istana, Kamis (23/6).
Penandatangan MoU ini difasilitasi oleh sebuah tim yang terdiri dari perwakilan pihak perusahaan PTT Exploration dan Production Australasia. "Ada tiga nama yang diajukan untuk membantu memfasilitasi jika sengketa terjadi, yakni mantan menteri luar negeri Thailand, mantan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda, dan satu lagi," katanya.
Freddy mengungkapkan, ada dua poin dalam nota kesepahaman. Poin pertama mengenai klaim tanggungjawab sosial atau corporate social responsibility (CSR) yang harus dibayar sebesar US$ 3 juta. "CSR yang awalnya US$ 5 juta menjadi US$ 3 juta turun karena negoisasi," katanya.
Kemudian yang kedua soal ganti rugi yang harus dibayar sebesar Rp 23,27 triliun. Freddy mengatakan, belum ada kesepakatan mengenai angka nominal ganti rugi tersebut.
"Para pakar dari sana yang masih belum sepakat. Terutama soal waktu pemulihan perairan yang terkena dampak. Kami minta 15 tahun pemulihan. Mereka mengatakan lima tahun pulih, ok kalau gitu berapa nilainya," tegasnya.
Sebagaimana diketahui pada 21 Agustus 2009 lalu, blok minyak Montara milik PTTEP Australias ini meledak. Ledakan ini menyebabkan tumpahan minyak dan mencemari Laut Timor.
Pencemaran ini menimbulkan kerugian 14 Desa di Pulau Rote (Kabupaten Rote Ndau) dan 8 Desa Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kupang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News