Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak beroperasi di Indonesia pada 2016 silam, Netflix, perusahaan digital layanan streaming film belum pernah membayar pajak. Padahal, potensi pajak yang diperoleh dari Netflix mestinya cukup besar.
Sebagai gambaran, berdasarkan data Netflix, himgga kuartal III-2019 total pengguna layanan streaming berbayar ini mencapai 158 juta orang di 190 negara. Hitung-hitungan kasar dengan menggunakan asumsi tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% dan dengan asumsi tarif berlangganan paling murah Netflix saat ini sebesar Rp 50.000 per bulan, maka potensi PPN yang dibayarkan Netflix kepada 190 negara mencapai Rp 9,48 triliun per tahun.
Baca Juga: Sepanjang 2019, pelanggan Iflix tumbuh lebih dari 80%
Jumlah pajak tersebut bisa lebih tinggi jika menggunakan tarif termahal atau Netflix Premium yang senilai Rp 169.000 per bulan. Tentu, beda negara beda pula tarif PPN-nya.
Lantas berapa jumlah pelanggan Netflix di Indonesia. Untuk urusan yang satu ini, Netflix tidak mau membeberkan.
Padahal, perusahaan asal Amerika Serikat (AS) tersebut telah mendapatkan manfaat ekonomi dari Indonesia. “Kami tidak membagikan data per negara,” kata Communication Manager Netflix Kooswardini Wulandari kepada Kontan.co.id, Kamis (16/1).
Dalam pemahaman global, Netflix merupakan jenis perusahaan over the top (OTT) atau perusahaan layanan dengan konten berupa data, informasi atau multimedia yang berjalan melalui jaringan internet. Ada dua skema pemajakan dalam OTT yakni physical presence dan significant presence.
Baca Juga: Tanpa Netflix dkk, setoran pajak dari sektor telekomunikasi masih kencang
Nah, Netflix masuk kategori significant presence. Indonesia sendiri belum memiliki payung hukum yang kuat untuk menarik pajak dari Netflix. Sebab, pemerintah saat ini hanya bisa memajaki perusahaan OTT yang masuk ke golongan physical presence atau Badan Usaha Tetap (BUT).
Meski demikian, lewat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pemerintah saat ini tengah menyiapkan aturan yang mengubah prinsip perusahaan OTT menjadi significant presence.
Artinya, selama perusahaan tersebut memiliki manfaat ekonomi atas barang/jasa di Indonesia maka harus patuh terhadap perpajakan. Beleid tersebut tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Ekonomi atau sering disebut Omnibus Law Perpajakan.
Baca Juga: Anggota komisi I DPR ini sebut Netflix rugikan negara Rp 600 miliar
Perlahan, otoritas pajak nantinya akan memberlakukan pungutan pajak berupa PPN untuk Netflix perusahaan OTT lainnya yang tidak bernaung di Indonesia. Mengingat dalam satu dekade ke belakang, tidak hanya Netflix banyak perusahaan digital global yang memetik manfaat ekonomi dari Indonesia sebut saja Spotify.
Selain itu, dalam Omnibus Law Perpajakan, pemerintah akan meminta Netflix untuk menunjuk pihak persepsi yang bertanggung jawab atas kegiatannya yang berhubungan dengan pasar dalam negeri.
Sayangnya, dalam skema Omnibus Law pajak yang dikenakan hanya PPN. Padahal potensi dari Pajak Penghasilan (PPh) Badan Netflix tak kalah menggiurkan.
Baca Juga: KPI: Perlu kolaborasi dari berbagai lembaga untuk menangani Netflix
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News