Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Permata memperkirakan bahwa neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2024 akan mengalami peningkatan dibandingkan bulan sebelumnya.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menghitung bahwa surplus neraca perdagangan pada Juni 2024 diperkirakan mencapai US$ 4,05 miliar, meningkat dari bulan sebelumnya yang hanya US$ 2,93 miliar.
"Peningkatan surplus perdagangan terutama disebabkan oleh kontraksi impor yang lebih dalam dibandingkan kontraksi ekspor secara bulanan," ujar Josua kepada Kontan.co.id, Minggu (14/7).
Berdasarkan perkiraannya, ekspor dan impor akan mengalami kontraksi karena menurunnya aktivitas manufaktur baik di tingkat global maupun domestik.
Baca Juga: Hati-Hati, Pertumbuhan Ekonomi Semester II 2024 Belum Pasti Mendaki
Josua memperkirakan bahwa ekspor bulan Juni 2024 akan mengalami kontraksi sebesar 2,38% dibandingkan bulan sebelumnya. Secara tahunan, ekspor diperkirakan akan meningkat sebesar 5,38% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kontraksi ekspor bulan Juni dipengaruhi oleh penurunan aktivitas manufaktur global dan harga komoditas utama Indonesia yang juga turun, seperti batubara, nikel, dan tembaga.
Sementara itu, impor diperkirakan akan mengalami kontraksi sebesar 8,53% secara bulanan. Namun, secara tahunan, impor diperkirakan akan mengalami peningkatan sebesar 3,46% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
"Penurunan aktivitas manufaktur domestik, tercermin dari PMI Manufaktur Indonesia yang turun menjadi 50,7 pada bulan Juni 2024 dari 52,1 bulan sebelumnya, menjadi pendorong utama kontraksi impor bulanan," katanya.
Baca Juga: Kemenperin Jalankan Kebijakan Hilirisasi dan Susun Roadmap Sawit Indonesia Emas 2045
Josua menjelaskan bahwa pelemahan aktivitas manufaktur di bulan Juni 2024 terutama disebabkan oleh depresiasi Rupiah, yang membatasi kegiatan impor dalam sektor riil.
"Kami mempertahankan ekspektasi defisit transaksi berjalan pada tahun 2024, yang diperkirakan akan melebar dari -0,14% PDB pada tahun 2023 menjadi -0,94% PDB," tambah Josua.
Proyeksi ini didasarkan pada normalisasi moderat harga komoditas dan dampak potensial ketidakpastian global terhadap permintaan global.
Josua juga menekankan pentingnya kebijakan hilirisasi untuk mengurangi ketergantungan transaksi berjalan terhadap harga komoditas, sehingga dapat membatasi defisit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News