Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin kembali menghadapi sidang dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) mendakwa Nazaruddin tiga dakwaan terkait dugaan pencucian uang.
Pertama, Nazaruddin didakwa telah menerima hadiah berupa 19 lembar cek dengan total nilai Rp 23,119 miliar dari PT Duta Graha Indah (PT DGI) yang diserahkan oleh Mohammad El Idris.
Selain itu, Nazaruddin juga menerima uang tunai senilai Rp 17,250 miliar dari PT Nindya Karya yang dieerahkan oleh Heru Sulaksono semasa menjabat sebagai anggota DPR masa jabatan periode 2009-2014.
"Pemberian tersebut merupakan imbalan karena Terdakwa (Nazaruddin) telah mengupayakan PT DGI mendapatkan beberapa proyek pemerintah tahun 2010 serta membantu PT Nindya Karya dalam mendapatkan proyek pembangunan Rating School Aceh dan pembangunan Universitas Brawijaya tahun 2010," kata Jaksa Kresno Anto Wibowo dalam persidangan, Kamis (10/12).
Asal tahu saja, beberapa proyek pemerintah yang didapatkan oleh PT DGI adalah pembangunan gedung Universitas Udayana, Universitas Jambi, Badan Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) Surabaya Tahap 3.
Berdasarkan berkas dakwaan yang didapatkan KONTAN, seluruh uang yang didapatkan dari kedua perusahaan tersebut disimpan dalam brankas Permai Group. Sedangkan untuk pengambilan uang tersebut hanya dapat dilakukan atas persetujuan Neneng Sri Wahyuni.
Kedua, Nazaruddin didakwa bersama-sama dengan Muhajidin Nur Hasim, Neneng Sri Wahyuni, Nazir Rahmat, Aan Ikhyaudin, Bertha Herawati, Gerhana Sianipar, Zul Hendra, Yulius Usman, dan Lim Keng Seng melakukan kejahatan yaitu mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa keluar negeri, mengubah bentuk, menukar dengan mata uang atau surat berharga atas harta kekayaan.
Asal tahu saja, Nazaruddin telah menempatkan uang menggunakan rekening perusahaan yang tergabung dalam Permai Group dan rekening atas nama orang lain. Tidak hanya itu, harta Nazaruddin juga diubah dalam bentuk tanah bangunan, surat berharga, emas, dan lainnya. Usaha tersebut diduga hasil dari tindak pidana korupsi dan bertujuan menyamarkan asal usul harta kekayaan.
Ketiga, Nazaruddin didakwa bersama-sama dengan Muhajidin Nur Hasim, Muhammad NAsir, Neneng Sri Wahyuni, Aryu Devina, dann Amin Andoko yang melakukan beberapa kejahatan yaitu sengaja menempatkan harta kekayaan yang patut diduga merupakan hasil tindak pidana kedalam penyedia jasa keuangan atas nama sendiri atau atas nama orang lain.
Dalam berkas dakwaan dijelaskan pula, Nazaruddin telah membelanjakan harta hasil tindak pidana korupsi untuk pembelian sejumlah tanah dan bangunan. Selain itu, Nazar juga menitipkan harta kekayaannya dengan cara seolah-olah dijual (dialihkan kepemilikan) tujuannya, untuk menyembunyikan asal usul harta tersebut.
Sekedar informasi, total harta kekayaan Nazaruddin yang sengaja ditempatkan dalam penyedia jasa keuangan ( bank dan non bank) menggunakan rekening orang lain dan rekening perusahaan mencapai Rp 50,205 miliar. Sedangkan, untuk harta yang digunakan untuk pembelian tanah dan bangunan sebesar Rp 33,194 miliar serta tanah dan bangunan yang dititipkan senilai Rp 200,265 juta.
Dari seluruh perbuatannya Nazaruddin dikenai Pasal 3 ayat (1) huruf a,c dan e Undang-Undang Republik Indonesia nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang,
dan Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidanan Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Dan Pasal 12 huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak PIdana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidanan Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News