Reporter: Fahriyadi | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pengamat Transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Darmaningtyas menyatakan, pada dasarnya MTI mendukung pembangunan Mass Rapid Transit (MRT). Dengan catatan, pembangunan tersebut tidak dilakukan dengan cara berutang kepada pihak Jepang.
"MRT penuh dengan intervensi asing terutama dari pihak Jepang, sepertinya kita ingin diatur oleh Jepang," katanya dalam Rapat Pemaparan MRT bersama Pemprov DKI di Balaikota, Rabu (28/11).
Menurutnya, awal proyek MRT sebenarnya bernama subway dan semuanya bawah tanah. Namun pada perjalanannya, proyek ini berubah nama menjadi MRT karena pengaruh Jepang dan mengikuti kehendak Jepang dengan memasukan konsep elevated (layang) dalam proyek ini.
"Dengan begitu pemerintah menyodorkan diri untuk dijajah Jepang karena faktor pinjaman dana," katanya.
Dengan fakta yang ada saat ini, ia bilang, MRT tidak layak dan Pemprov DKI diharapkan dalam 1-2 tahun ini fokus membereskan Transjakarta saja.
Menanggapi hal tersebut, Dedi Priatna, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) membantah tudingan itu. Ia bilang, pihak Jepang tidak pernah ikut campur dalam perencanaanproyek MRT ini. "Kami (pemerintah) sendiri yang menginginkan itu," kata Dedi dalam forum yang sama.
Dedi menilai, kewajiban menggunakan 30% konten dari Jepang memang menjadi persyaratan dalam pinjaman. Namun, di sisi lain, bunga pinjaman juga bisa ditekan rendah hingga 0,2% per tahun. Sedangkan jika konten tidak berasal dari Jepang, maka bunganya mencapai 1,4% per tahun.
Mengenai keinginan untuk membuat subway seluruhnya, Dedi bilang hal ini akan memundurkan jadwal pengerjaan karena perlu melakukan kajian ulang lagi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News