Reporter: Abdul Basith Bardan | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah Organisasi Non Pemerintah (NGO) meminta Majelis Kehormatan Dewan (MKD) tindak anggota DPR yang minta CSR saat rapat kerja dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Hal itu terjadi saat komisi VII DPR melalukan rapat kerja dengan BUMN holding pertambangan. Anggota DPR yang hadir dalam rapat tersebut meminta disertakan dalam penyaluran CSR di daerah pemilihan (dapil).
Baca Juga: Begini resep Menkeu Sri Mulyani hidupkan kembali ekonomi global
"Dugaan bancakan DPR terhadap CSR BUMN, seharusnya MKD perlu turun tangan," ujar Direktur Program The Indonesian Institute (TII) Center For Public Policy Research, Adinda Tanriangke Muchtar dalam diskusi, Kamis (2/7).
Tidak hanya Adinda, Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi juga menyayangkan aksi tersebut. Ia bilang permintaan anggota DPR tersebut layak disebut pelanggaran etik. "Ini pelanggaran kode etik dan bentuk arogansi anggota DPR," terang Badiul.
Hal sama juga disampaikan Koordinator Lingkar Masyarakat Madani Indonesia (Lima), Ray Rangkuti. Ray menjelaskan tindakan tersebut tidak dibenarkan dal pandangan Undang Undang (UU).
Meski pun saham BUMN dimiliki oleh pemerintah, Ray menjelaskan bahwa BUMN bukan bagian dari entitas pemerintah. Terlebih lagi pengelolaan dana CSR yang tidak berkaitan dengan fungsi DPR.
Baca Juga: RDP Komisi VII, gebrak meja, lalu berujung minta program CSR BUMN Tambang
"Tidak ada dasar bagi mereka dalam mengelola CSR yang dilakukan BUMN, anggota DPR tidak berkaitan dengan penyaluran CSR oleh BUMN," jelas Ray.
Oleh karena itu Ray meminta agar DPR tak menanggapi permintaan yang condong pada pesanan politik tersebut. Bila permintaan politik dituruti BUMN maka akan semakin menurunkan kredibilitas BUMN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


/2017/06/13/1437553004.jpg) 
 











