kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

MK Tolak Uji Materil Presidential Threshold yang Diajukan PKS, Ini Alasannya


Kamis, 29 September 2022 / 17:58 WIB
MK Tolak Uji Materil Presidential Threshold yang Diajukan PKS, Ini Alasannya
ILUSTRASI. Hakim Konstitusi Arief Hidayat (tengah) memimpin sidang perdana permohonan judicial review presidential threshold bersama Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih (kiri) dan Saldi Isra (kanan) di Jakarta, Selasa (26/7/2022).


Sumber: Kompas.com | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Mahkamah Konstitusi  (MK) menolak uji materil ketentuan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold atau PT) dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 yang digugat oleh Partai Keadilan Sejahtera, pada Kamis (29/9/2022). 

PKS mengajukan gugatan uji materi soal PT ke MK pada 6 Agustus 2022. 

Adapun berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebutkan bahwa partai politik atau gabungan partai politik yang bisa mengusung calon presiden dan calon wakil presidennya harus memiliki 20% kursi di DPR RI atau memperoleh 25%  suara sah nasional pada Pemilu sebelumnya. 

"Berdasarkan UUD 1945 dan seterusnya amar putusan mengadili menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman yang memimpin sidang hari ini di Gedung MK, Jakarta. 

Baca Juga: Skala Survei Indonesia: Elektabilitas Capres, Prabowo Masih Teratas

Dalam sidang, hakim konstitusi menjelaskan bahwa menurut Mahkamah, permohonan ditolak lantaran dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum. 

Sebab, besaran ambang batas bukan kewenangan Mahkamah, baik untuk menilai maupun mengubah besaran angka ambang batas yang diajukan oleh pemohon, dalam hal ini PKS. 

"Ketentuan presidential threshold perlu diberikan batasan yang lebih proporsional, rasional dan implementatif. Menurut Mahkamah, hal tersebut bukan lah menjadi ranah kewenangan Mahkamah untuk menilai kemudian mengubah besaran angka ambang batas," ucap Hakim Enny Nurbaningsih. 

Enny menyebutkan, besaran pencalonan presiden merupakan kebijakan terbuka. 

Perubahannya menjadi kewenangan para pembentuk UU, yakni DPR dan presiden untuk menentukan lebih lanjut kebutuhan proses legislasi mengenai besaran angka ambang batas tersebut. 

Oleh karena itu, kata Enny, berdasar pertimbangan tersebut, Mahkamah menyebut bahwa dalil para pemohon yang meminta Mahkamah mengubah ambang batas menjadi tidak beralasan hukum. 

Baca Juga: Berpeluang Menang di Pilpres jika Berduet dengan Anies, Ini Kata AHY

"Tidak terdapat persoalan konstitusionalitas norma pasal 222 UU 7/2017 sehingga mahkamah berpendapat tidak terdapat alasan mendasar yang menyebabkan Mahkamah harus mengubah pendiriannya," jelas Enny. 

Sebelumnya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengajukan permohonan uji materil pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden 20% kursi DPR dan 25% suara nasional. 

Presiden PKS, Ahmad Syaikhu sempat menghadiri sidang perdana uji materi tersebut. Syaikhu bilang, uji materi diajukan PKS untuk memperbaiki kondisi bangsa. 

Syaikhu mengatakan, adanya presidential threshold sebesar 20% membuat jumlah pasangan calon presiden dan calon wakil presiden jadi terbatas. 

Baca Juga: MK Tolak Gugatan Gatot Nurmantyo Soal Penghapusan Presidential Threshold

Ini terbukti dari Pemilu 2014 dan Pemilu 2019. Saat itu, hanya dua pasangan calon presiden dan wakil presiden yang dapat dipilih. 

Ia meminta presidential threshold diubah menjadi 7% atau 9%. Menurut dia, gugatan ini harus dilakukan oleh PKS sebagai bentuk tanggung jawab moral. 

"Angka presidential threshold 20% kursi DPR atau 25 % suara nasional di Pasal 222 ini jelas membatasi prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat yang dijamin UUD 1945," kata Syaikhu.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "MK Tolak Seluruhnya Uji Materil "Presidential Threshold" yang Diajukan PKS"
Penulis : Fika Nurul Ulya
Editor : Bagus Santosa

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×