Reporter: Benedicta Prima | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penanganan perlakuan perpajakan untuk kegiatan ekonomi digital menjadi salah satu topik yang dibahas oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam pertemuan G20 di Fukuoka, Jepang. Dalam pertemuan tersebut, anggota G20 sepakat untuk mengadopsi satu kerangka untuk menggunakan pendekatan ekonomi presence.
Sri Mulyani menjelaskan dalam pendekatan ekonomi presence yang menjadi sumber pajak bukan tempat tinggal perusahaan tersebut, melainkan berdasarkan lokasi di mana aktivitas ekonomi perusahaan tersebut banyak dilakukan.
"Jadi bukan tempat tinggalnya, dia bisa saja tinggal tetap di Irlandia yang pajaknya sangat rendah, tetapi kalau aktivitasnya lebih banyak di Inggris maka pajak di Inggris, itu dilakukan di Inggris. Perancis juga begitu," jelas Sri Mulyani kepada awak media di kantornya, Selasa (11/6).
Rencananya, pada pertemuan G20 di Arab Saudi tahun depan kerangka ini sudah disepakati sama halnya seperti Automatic Exchange of Information (AEoI) yang dilaksanakan bersama.
Apabila kerangka ini disepakati dan bisa dilaksanakan, jelas Sri Mulyani, Indonesia sangat diuntungkan sebab banyak tax right alias hak pajak Indonesia yang selama ini mudah tererosi karena model bisnis yang berubah.
Sri Mulyani menuturkan, saat dia menjadi panelis dalam G20 Ministerial Symposium on International Taxation Session I dengan tema Tax Challenges Arising from Digitalization, dia menyampaikan di era digital ini perlu adanya redefinisi dari Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau permanent establishment.
Di era digital, salah satu aspek dalam perpajakan adalah tidak hanya berdasarkan kehadiran fisik saja. Dengan kompleksitas struktur ekonomi digital, tantangan lain Pemerintah adalah membuat formulasi kebijakan khususnya perhitungan terkait significant present atau kehadiran aktivitas ekonomi yang signifikan di suatu negara.
Dia menambahkan, dari 260 juta populasi penduduk serta sekitar 100 juta pengguna internet, realisasi penerimaan perpajakan masih belum tercermin dari besaran tersebut.
"Argumentasi yang digunakan Indonesia adalah argumentasi yang sekarang ini digunakan sebagai prinsip yaitu walaupun mereka tidak punya kantor di sini , tetapi mereka kan aktivitasnya banyak di Indonesia, inilah yang digunakan basis kita untuk menghitung kewajiban pajak mereka. Dan ini yang digunakan sebagai prinsip di dalam OECD untuk G20 nanti," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News