Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia (PPN) atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Suharso Monoarfa, mengungkapkan, ekonomi global pada 2022 dan 2023 diperkirakan akan lebih lambat dibandingkan tahun 2021.
Perlambatan tersebut menurutnya akan memberikan efek risiko hard landing atau menurun secara drastis untuk negara berkembang.
“Selain itu, risiko yang harus dihadapi adalah karena isu perubahan China terkait rencana beralih ke energi terbarukan atau ramah lingkungan menimbulkan peningkatan risiko dalam keuangan,” tutur Suharso, dalam Diskusi Publik Forum Masyarakat Statistik: Kinerja Pertumbuhan Ekonomi di Masa Pandemi secara virtual, Senin (21/2).
Baca Juga: Bank Indonesia Proyeksi Transaksi LCS Tumbuh 10% pada 2022
Risiko keuangan ini karena akan banyak perusahaan padat karbon menghadapi profitabilitas yang lemah dan kerentanan likuiditas.
Selain itu, The Fed akan melakukan tapering off dan normalisasi suku bunga seiring dengan inflasi yang tinggi. Sehingga menurutnya, likuiditas global akan berkurang dan volatilitas akan meningkat.
“Kita tahu AS tingkat inflasi lagi tinggi mencapai 7,5%, dan tingkat penganggurannya tinggi 4,5% dan The Fed akan melakukan tapering off. Indonesia apakah akan mendapat masalah karena ini, bisa dilihat dari porsi kepemilikan surat utang negara,” jelas Suharso.
Baca Juga: Sejumlah Bank Masih Akan Andalkan SBN untuk Mengoptimalkan Likuiditas
Lebih lanjut, Ia menyebut adanya pandemi Covid-19 yang masih dalam ketidakpastian juga akan terus menimbulkan polemik. Teranyar, adanya varian Omicron yang tingkat penularannya lebih parah dari varian sebelumnya, meskipun efek yang ditimbulkan tidak parah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News