kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menteri Jonan mengelak impor migas jadi alasan defisit neraca dagang


Jumat, 16 November 2018 / 08:08 WIB
Menteri Jonan mengelak impor migas jadi alasan defisit neraca dagang
ILUSTRASI. Menteri ESDM Ignasius Jonan


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignatius Jonan mengomentari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat defisit neraca perdagangan pada Oktober 2018. Jonan mengelak bahwa impor minyak dan gas bumi (migas) dijadikan sebagai alasan defisit tersebut.

Menurut Jonan, penyebab defisit itu harus dilihat secara menyeluruh, termasuk membandingkan dengan besaran ekspor dari komoditas yang lain. Dalam hal ini, Jonan pun membandingkan ekspor-impor Indonesia dengan sejumlah negara, seperti Jepang, Singapura, Hongkong dan China.

Jonan bilang, negara-negara tersebut juga pengimpor migas, tapi perekonomian mereka bisa kuat karena diimbangi dengan jumlah ekspor yang besar dari berbagai komoditas.

“Jepang itu punya gas nggak? Singapura punya minyak nggak? Kenapa mata uangnya masih kuat? Hong Kong, China, juga begitu. Tapi Ekspor produk lainnya besar, kita kan harusnya begitu,” kata Jonan di Jakarta, Kamis (15/11).

Selain itu, Jonan pun menekankan bahwa impor migas tak boleh dilihat hanya sebagai barang konsumsi, tapi juga bahan produksi, sehingga produksi dan ekspor dari sektor-sektor yang lain tidak bisa dilepaskan dari ketersediaan produk migas. Sekali pun digunakan sebagai konsumsi, kata Jonan, migas digunakan untuk mendorong aktivitas masyarakat yang juga ikut menggerakkan perekonomian.

“Kan ini impor minyak nggak untuk diminum, tapi ini sebagai alat produksi. Digunakan oleh konsumen untuk berkegiatan, nah, kegiatan ini yang harus menghasilkan nilai ekspor yang lain, jadi bukan dipisah-pisah begitu penilainnya,” jelasnya.

Penyebab defisit lainnya, tambah Jonan, ialah soal harga minyak mentah yang mengalami kenaikkan. Sehingga, lonjakan harga tersebut ikut mempengaruhi beban Indonesia yang masih impor minyak mentah sekitar 500-600 ribu barrel per hari. “Kalau harga minyak mentahnya naik, itu harga produk BBM-nya ya pasti juga naik,” imbuhnya.

Adapun, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Oktober 2018 mengalami defisit US$ 1,82 miliar. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, defisit tersebut disumbang oleh defisit pada neraca migas sebesar US$ 1,42 miliar, dan defisit neraca nonmigas sebesar US$ 393,2 juta.

BPS mencatat nilai ekspor Oktober sebesar US$ 15,80 miliar atau naik 5,87% dibanding September dan naik 3,59% year on year (yoy). Namun, impor pada Oktober juga tercatat naik, menjadi US$ 17,62 miliar, atau meningkat 20,60% dibanding bulan sebelumnya dan naik 23,66% yoy. Dengan demikian, defisit neraca perdagangan Indonesia kumulatif Januari-Oktober 2018 sebesar US$ 5,51 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×