Sumber: Kompas.com | Editor: Handoyo .
Berdasarkan perkembangan terakhir, LBM Eijkman sudah menemukan tambahan jenis virus dari yang semula tiga strain menjadi tujuh strain. Meski demikian, tiga strain dari Indonesia tadi tetap masuk kategori others dalam GISAID.
"Jadi ternyata virus yang dari Indonesia masih dikenali dulu karakternya. Kenapa ini penting? Karena kalau kita buat vaksin, vaksin itu harus bisa menjawab transmisi lokal yang ada di Indonesia," jelas Bambang.
Ia lantas memperhitungkan akhir tahun ini bibit vaksin atau vaccine seed khusus untuk strain coronavirus di Indonesia sudah ada. Akan tetapi, penggunaan vaksin tersebut untuk imunisasi massal kemungkinan dilakukan pada tahun depan setelah bibit vaksin lolos uji medis dan dapat diproduksi massal untuk paling tidak separuh penduduk Indonesia.
"Bibit vaksinnya mungkin bisa ditemukan tahun ini. Tapi imunisasi massal itu baru bisa mungkin tahun depan. Vaksinnya sendiri harus diproduksi," kata dia.
Baca Juga: Sambut new normal, fasilitas lift di bandara Soetta gunakan tombol kaki
Bambang sekaligus mengingatkan, memproduksi vaksin itu jelas tidak gampang dan skalanya sangat besar. Sebab, di Indonesia sendiri terdapat 260 juta penduduk. "Jadi kita buat vaksin antara separuh sampai dua per tiga penduduk yang harus divaksin. Berarti vaksin yang dibutuhkan antara 130 sampai 170 juta. Itu belum menghitung booster-nya," tutur Bambang.
"Kalau kita divaksin, itu sekali vaksin belum tentu imun kita muncul sehingga harus ada booster-nya sampai imun muncul. Tentu saja setiap orang berbeda, ada yang sekali vaksin langsung muncul. Ada yang tidak muncul-muncul," tambah dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menristek Sebut Indonesia Perlu Vaksin Covid-19 Khusus, Mengapa?"
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News