Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) kemungkinan rampung bulan ini.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, saat ini sedang menunggu proses penandatanganan dari pihak terkait.
"PP DHE sedang bersirkulasi. Mudah-mudahan paraf nanti langsung diluncurkan, dan mudah-mudahan bulan ini bisa selesai," terang Airlangga saat menjawab pertanyaan Kontan.co.id, Rabu (12/4).
Wacana revisi tersebut memang berkembang sejak awal tahun 2023, tetapi belum juga ada kabar kapan revisi PP akan diluncurkan.
Baca Juga: Agar Ekonom RI Makin Kuat, Pemerintah Siapkan Sederet Program Prioritas
Airlangga mengaku tidak ada kendala yang berarti dalam pembahasan revisi peraturan tersebut. Ini murni sedang menunggu proses penandatanganan.
Sebelumnya, pemerintah telah mengumumkan sejumlah kebijakan yang akan ada dalam beleid baru tersebut, seperti eksportir yang wajib memarkirkan DHE di perbankan dalam negeri selama tiga bulan.
Kemudian ada juga wacana besaran DHE yang disimpan, wajib 30% dari total ekspor.
Ekonom Senior KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana mengungkapkan, revisi PP ini akan memperkuat cadangan devisa Indonesia.
"Kalau ini benar terjadi, harapannya ada tambahan sekitar US$ 2 miliar hingga US$ 3 miliar tiap bulan di cadangan devisa kita," terang Fikri kepada Kontan.co.id, Senin (10/4).
Baca Juga: Jika PP DHE Terbit, Ada Potensi Tambahan Cadangan Devisa US$ 3 Miliar per Bulan
Dengan kondisi ini, Fikri yakin cadangan devisa Indonesia akan bergerak di kisaran US$ 160 miliar pada akhir tahun 2023.
Ini pun akan memperkuat otot rupiah, sehingga nilai tukar rupiah diperkirakan bisa bergerak di kisaran Rp 14.800 hingga Rp 15.500 per dolar AS hingga akhir tahun 2023.
"Dengan demikian, harapannya revisi PP DHE bisa optimal dan bisa diselesaikan secepatnya," ungkap Fikri.
Bukan juga tanpa sebab. Fikri melihat masih ada beberapa tantangan yang membayang pergerakan kondisi eksternal Indonesia yang juga bisa menggoyang kekuatan rupiah.
Pertama, kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed).
Kedua, tensi geopolitik antara AS dan China, juga Rusia dan Ukraina yang bisa menimbulkan sentimen negatif bagi pasar keuangan.
Baca Juga: Ekonom Sebut Penempatan DHE di Instrumen TD Valas Akan Perkuat Cadangan Devisa
Ketiga, tahun politik yang akan dilangsungkan pada tahun 2024. Sesuai pola musiman, biasanya aktivitas penanaman modal agak tertahan menjelang tahun politik.
Namun, secara keseluruhan, Fikri yakin kondisi fundamental Indonesia berdaya tahan. Sehingga, rupiah pada tahun 2023 akan lebih stabil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News