Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membuka peluang untuk merevisi asumsi harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) yang dalam Undang-Undang (UU) APBN 2018 ditetapkan sebesar US$ 48 per barel.
Hal ini disebabkan oleh harga minyak dunia yang terus mengalami kenaikan. Berdasarkan realisasi APBN 2018 per Januari, realisasi ICP sebesar US$ 65,6 per barel.
“Sampai hari ini, kami tetap menjalankan UU APBN 2018. Kalau saat ini harga minyak bergerak di atas asumsi yang ada di dalam APBN, maka kami akan menghitungnya bersama dengan Menteri ESDM dan Menteri BUMN,” kata Sri Mulyani usai menjadi pembicara di seminar internasional IMF di Jakarta, Selasa (27/2).
Ia melanjutkan, pihaknya juga sudah mengidentifikasi berapa jumlah deviasi antara angka yang ada di UU APBN 2018 dan realisasi yang terjadi.
“Dan nanti untuk keputusan mengenai berapa jumlah mengenai perubahan ini nanti akan dibahas di dalam APBN laporan semester yang akan kami sampaikan kepada dewan pada pertengahan tahun,” kata dia.
Adapun nantinya akan dilihat pula dari sisi subsidi. Apakah itu untuk BBM yang masih disubsidi, elpiji 3 kg maupun PLN yaitu untuk listrik 450 VA sampai 900 VA.
“Dan tentu saja nanti akan dilihat kemampuan dari APBN sendiri atau PLN dan Pertamina untuk meng-absorb perbedaan (harga minyak dunia) itu," ujarnya.
Di sisi lain, BI memperkirakan harga minyak dunia akan terus meningkat menjauhi asumsi pemerintah. BI memproyeksikan rata-rata minyak mentah dunia selama tahun ini akan mencapai US$ 60/barel, lebih tinggi dibandingkan proyeksi BI sebelumnya yang sebesar US$ 52/barel
Menurut Gubernur BI Agus Martowardojo, harga minyak dunia ini akan berisiko pada laju inflasi. Namun, dampaknya tak banyak.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Februari lalu kami sudah melihat itu dan melihat tekanan. Tapi secara umum inflasi masih sesuai target 3,5 plus minus 1%," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News