kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.505.000   -15.000   -0,99%
  • USD/IDR 16.295   -200,00   -1,24%
  • IDX 6.977   -130,64   -1,84%
  • KOMPAS100 1.042   -22,22   -2,09%
  • LQ45 818   -15,50   -1,86%
  • ISSI 213   -3,84   -1,77%
  • IDX30 417   -9,14   -2,14%
  • IDXHIDIV20 504   -9,85   -1,92%
  • IDX80 119   -2,45   -2,02%
  • IDXV30 125   -2,38   -1,87%
  • IDXQ30 139   -2,59   -1,83%

Menghitung Hilangnya Penerimaan dari Pembebasan Pajak Impor CBU Mobil Listrik


Rabu, 02 Agustus 2023 / 19:15 WIB
Menghitung Hilangnya Penerimaan dari Pembebasan Pajak Impor CBU Mobil Listrik
ILUSTRASI. Pemerintah berencana memberikan pembebasan pajak pada impor mobil listrik secara utuh atau completely built up (CBU).


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana memberikan pembebasan pajak pada impor mobil listrik secara utuh atau completely built up (CBU).

Saat ini, semua barang impor yang masuk ke Indonesia selain dikenakan bea masuk 50%, juga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11%. Nah dengan usulan tersebut, artinya biaya bea masuk dan PPN akan dipangkas menjadi 0%.

Menanggapi hal tersebut, Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai, ada potensi penerimaan pajak yang hilang dari rencana pemberian insentif tersebut.

Berdasarkan perhitungannya, dengan mengacu pada nilai impor 2022, ada potensi penerimaan pajak yang hilang mencapai Rp 412 miliar. Namun, ini belum menghitung jika bea masuk menjadi 0%.

"Sebenarnya ini kan menjadi ketidakpastian usaha, bagi mereka yang sudah keluar banyak uang untuk investasi pabrik mobil listrik di Indonesia," ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Rabu (2/8).

Baca Juga: Rencana Pembebasan Pajak untuk Mobil Listrik CBU akan Jadi Angin Segar Bagi Industri

Sementara, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menilai, secara substansi tidak ada potensi penerimaan PPN yang hilang dari pemberian insentif tersebut.

Pasalnya, perusahaan yang baru berdiri sudah dapat mengkreditkan PPN masukan dari transaksi dengan vendor dalam negeri maupun luar negeri.

"Penerimaan PPN impor berkurang, tapi PPN dalam negeri akan meningkat sebesar PPN impor tersebut," jelas Prianto.

Prianto memberikan ilustrasi sebagai berikut, mobil CBU diimpor dengan nilai impor US$ 100.000 dan PPN 11%, lalu dijual dengan harga USD 150.000 dan PPN juga 11%. Berdasarkan contoh sederhana ini, pajak masukannya sebesar US$ 11.000 dan pajak keluarannya sebesar US$ 16.500.

Dus, importir mobil CBU tersebut akan membayar PPN kurang bayar sebesar US$ 5.500 (US$ 16.500-US$ 11.000).

Sementara itu, total PPN yang dibayar ke kas negara adalah US$ 16.500. Ini terdiri dari PPN impor US$ 11.000 dan PPN DN sebesar US$ 5.500.

Nah, apabila PPN impornya dipangkas menjadi 0% lantaran adanya insentif, maka PPN yang dibayarkan ke kas negara juga tetap US$ 16.500. Rinciannya adalah PPN impor US$ 0, namun PPN DN sebesar US$ 16.500.

"Jadi, tidak ada perbedaan penerimaan negara dari penerapan kebijakan PPN 0% atas impor CBU," kata Prianto.

Baca Juga: Ekonom Sebut Bebas Pajak untuk CBU Mobil Listrik Tidak Membawa Berkah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×