kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mendag: Pemerintah Tak Bisa Kalah dari Mafia Minyak Goreng


Kamis, 17 Maret 2022 / 22:17 WIB
Mendag: Pemerintah Tak Bisa Kalah dari Mafia Minyak Goreng


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi menegaskan bahwa pemerintah tidak bisa kalah oleh mafia atau spekulan-spekulan yang muncul dari permasalahan minyak goreng.

"Saya ingin jelaskan sekali lagi saya katakan bahwa kita sebagai pemerintah tidak bisa kalah dari mafia atau spekulan spekulan yang merugikan rakyat itu. Saya jamin," tegas Lutfi dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI, Kamis (17/3).

Lutfi menjelaskan, kebijakan yang diambil mengalami beberapa pergantian, hal tersebut lantaran Ia yang tidak memprediksi kondisi invasi Rusia ke Ukraina akan berujung pada harga-harga komoditas di dunia melompat tajam.

"Saya bertemu dengan duta besar Ukraina datang akhir Februari saya katakan apakah mungkin invasi Rusia ke Ukraina? dia bilang kita memang bertetangga sering recok sejak awal peradaban tetapi ini kayak Tom and Jerry. Dia bilang Rusia itu seperti kucing-kucingan saja. Jadi tidak terbayangkan sama saya itu terjadi seperti itu. Itu saya akui sepenuh hati," jelasnya.

Baca Juga: Gonta-Ganti Kebijakan Dinilai Bentuk Inkonsistensi Pemerintah dalam Tata Niaga Migor

Lutfi menjelaskan peraturan mengenai minyak goreng berubah-ubah, lantaran ketika pertama kali ketika dikeluarkan kebijakan pada tanggal 11 Januari 2022 harga sawit belawan per kg adalah Rp 14.600. Dengan harga tersebut maka pemerintah mensubsidi dengan dana BPDPKS dengan nilai Rp 7,5 triliun untuk 6 bulan.

"Kemudian harga Belawan terus naik hingga pada 13 Januari 2022 menjadi Rp 15.600. Lantaran kenaikan dinilai tinggi maka subsidi yang dikeluarkan BPDP-KS tidak sustainable," kata Lutfi.

Ia melanjutkan, karena harga CPO sudah melebihi Rp 15.000 mendekati Rp 16.000 maka disepakati perubahan kebijakan. "Maka kita sudah disepakati di Rp 14.000 kita pakai dan BPDPKS di atas Rp15.000 kita pakai mekanisme DMO dan DPO, tetapi setelah Rp17.000 kita musti merancang sesuatu yang lain," kata Lutfi.

Lantaran, beberapa kebijakan tidak berjalan, maka pemerintah memutuskan untuk menaikkan levy atau pungutan ekspor. Saat ini levy sawit dinaikkan secara linier.

Baca Juga: HET Dicabut, Kemendag: Harga Wajar Minyak Goreng Paling Tinggi Rp 25.000 Per Liter

Kembali Lutfi menampik adanya anggapan bahwa pemerintah mengikuti apa yang diinginkan pengusaha. Hal tersebut dengan adanya kenaikan levy sawit secara progresif.

"Ada orang yang mengatakan kita menyerah oleh pengusaha saya akan secara mutlak, tidak ada yang ikut pengusaha. Hari ini US$ 9 miliar mereka mesti bayar untuk kesejahteraan rakyat. Jadi tidak ada yang kita kalah oleh pengusaha. Saya jamin saya tidak bisa diatur oleh pengusaha-pengusaha," tegas Lutfi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×