Reporter: Ratih Waseso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Center of Reform on Economics (Core), Yusuf Rendy menilai bergantinya kebijakan soal minyak goreng (migor) menunjukkan ketidakkonsistenan pemerintah dalam menjalankan kebijakan tata niaga minyak goreng.
Hal tersebut mengingat, sebelumnya pemerintah menetapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) untuk minyak sawit. Hanya saya dinilai belum bisa mengatasi permasalahan migor, kini pemerintah mencabut kebijakan DMO dan HET dan menggantinya dengan menaikkan pungutan ekspor sawit.
"Kita tahu bahwa kebutuhan CPO di dalam negeri menjadi meningkat karena kebutuhan konsumsi minyak goreng di saat yang bersamaan pemerintah juga mengandalkan CPO untuk biodiesel," kata Yusuf kepada Kontan.co.id, Kamis (17/3).
Ia menambahkan, seharusnya atas dasar ini pemerintah tetap menjalankan kebijakan DMO apalagi, pemerintah juga belum bisa memastikan cara efektif dalam mengawasi alur distribusi minyak goreng secara optimal.
Baca Juga: HET Dicabut, Kemendag: Harga Wajar Minyak Goreng Paling Tinggi Rp 25.000 Per Liter
Diakui saat ini harga CPO memang relatif tinggi, sehingga pungutan ekspor ini berpotensi menambah pundi-pundi penerimaan negara.
Akan tetapi saat ini tujuan utama ialah ketersediaan minyak goreng yang harganya terjangkau untuk kelompok pendapatan menengah ke bawah terutama di bulan Ramadan nanti, dimana harga-harga pangan berpotensi juga ikut meningkat.
"Apalagi saat ini harga keekonomian ini sangat tinggi di masyarakat, jika alur distribusi belum dibenahi, dan keran ekspor dibuka luas, tentu pelaku usaha, secara logika akan memilih ekspor karena harga dan permintaan sedang tinggi dari luar. Menurut saya kalaupun mau menjalankan kebijakan ini pastikan dulu harga keekonomiannya stabil di level yang terjangkau," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan, untuk memastikan ketersediaan CPO di dalam negeri aman, maka pemerintah akan menaikkan pungutan ekspor secara progresif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News