kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mencermati skenario lengkap redenominasi rupiah


Senin, 04 Februari 2013 / 15:00 WIB
Mencermati skenario lengkap redenominasi rupiah
ILUSTRASI. Kurs dollar-rupiah di BNI hari ini Kamis 30 September 2021, cek sebelum tukar valas. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/aww.


Reporter: Umar Idris, Amal Ihsan Hadian |

JAKARTA. Kalau skenario betul-betul berjalan mulus, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) akan mengeluarkan mata uang rupiah baru hasil redenominasi pada 1 Januari 2014 mendatang, dengan menghilangkan tiga angka nol.

Tapi, sejatinya, sejumlah gerai yang menawarkan produk dan jasa jauh-jauh hari sudah menghapus tiga digit terakhir dalam daftar harga atau tarif mereka. Tengok saja daftar menu di Starbucks. Contoh, harga vanilla latte di kedai kopi asal Amerika Serikat yang sebenarnya Rp 38.000 hanya tertulis Rp 38 di daftar menu mereka.

Nah, lagi-lagi jika tidak ada aral melintang, mulai awal tahun depan, saat bertransaksi di Starbucks, Anda cukup membayar kopi dengan nominal rupiah sesuai yang tertera di daftar menu. Sebab, Januari 2014 nanti, rupiah baru tanpa tiga angka nol tambahan di belakang beredar di masyarakat. Skenarionya, rupiah baru memiliki desain sama seperti rupiah yang saat ini beredar. Tapi, rupiah lama tetap berlaku.

Ya, begitulah tahap awal penggunaan rupiah dalam proyek pemerintah dan BI yang bernama redenominasi. Awal tahun ini, rencana redenominasi kian bergaung kencang. Pemerintah dan BI sudah bulat menggulirkan rencana penyederhanaan angka nominal uang rupiah itu. Buktinya, 23 Januari 2013 lalu, mereka menggelar “sosialisasi” perdana dengan tajuk Redenominasi Bukan Sanering.

Berjalan bertahap

Pemerintah dan BI berencana menjalankan tahapan redenominasi dalam tiga bagian. Pertama, tahap persiapan yang berlangsung selama tahun 2013. Kedua, tahap transisi yang berjalan mulai 2014 hingga 2016. Ketiga, tahap kelar (phasing out) antara tahun 2017-2020.

Dalam tahap persiapan yang berlangsung tahun ini, pemerintah dan BI akan membuat kesepakatan bersama dengan DPR. Kemudian, pemerintah, bank sentral, dan dewan menyiapkan landasan hukum redenominasi, yakni Undang-Undang tentang Redenominasi Rupiah. “Tanpa adanya kesepakatan, kita tidak bisa melakukan sosialisasi, sekarang kita sekadar konsultasi publik,” kata Diffi A. Djohansyah, juru bicara BI.

Awal tahun ini, pemerintah dan BI mengadakan konsultasi publik untuk menerima masukan dari pelbagai lapisan masyarakat. Dalam tahap konsultasi publik ini, pemerintah dan BI fokus menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Redenominasi Rupiah lalu mengajukan draft beleid ini ke DPR. “Sekarang masih dibahas,” ujar Agus Suprijanto, Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan.

Kajian akademis BI berjudul Kebijakan Redenominasi Mata Uang Rupiah menyebutkan, RUU Redenominasi bakal berisi antara lain, jumlah digit angka nol yang akan dihilangkan.

RUU Redenominasi Rupiah juga mengatur larangan bagi para pelaku usaha mengerek harga barang dan tarif jasa. Ada sanksi hukuman berupa denda bagi pelaku usaha yang tidak mencantumkan harga dengan rupiah baru dan yang menaikkan harga atau tarif.

Sebetulnya, kalau mengacu pada skenario awal, tahap persiapan sudah berjalan mulai 2011 lalu, tapi mundur ke 2013 ini. Soalnya, redenominasi belum mendapat lampu hijau dari pemerintah. Nah, dengan acara “sosialisasi” perdana yang berlangsung 23 Januari 2013 lalu, secara resmi, tahap persiapan redenominasi bergulir.

Komite redenominasi

Dalam tahap persiapan, pemerintah dan BI juga membentuk Komite Nasional Redenominasi di bawah komando Wakil Presiden RI sebagai penanggungjawab dan menteri koordinator perekonomian menjadi wakil penanggungjawab. Sedang koordinator pelaksana redenominasi ialah menteri keuangan dan gubernur BI.

Pemerintah dan BI juga akan menggelar pengadaan bahan uang, pencetakan uang, dan distribusi uang. Demikian pula pengadaan uang untuk mencetak uang rupiah baru. Rencananya, tiga bulan sebelum memasuki 2014, uang rupiah baru sudah harus tersedia.

Uang rupiah baru tetap menggunakan desain rupiah lama yang saat ini beredar. Perbedaannya hanya pada nominal yang berkurang angka nolnya. Selain itu, ada kata-kata Rupiah Baru. Dua perbedaan ini bisa memudahkan masyarakat memahami perbedaan uang rupiah baru dengan rupiah lama.

Nah, uang rupiah baru akan berlaku pada tahap transisi selama tiga tahun, mulai 2014 hingga 2016. Pada tahap ini, pemerintah dan BI akan memberlakukan rupiah baru dalam pelbagai transaksi. Namun, uang rupiah lama yang saat ini berlaku tetap berlaku. Dalam praktiknya di lapangan, masyarakat dan pelaku usaha wajib mencantumkan dua jenis uang rupiah. Konsumen boleh memilih bertransaksi dengan uang rupiah lama atawa baru.

Hanya, pada masa transisi, simpanan masyarakat di perbankan mulai tercatat dalam nominal rupiah baru. Jika nasabah mengambil uang melalui kasir atau ATM, uang yang akan keluar adalah rupiah baru. Bank tetap menerima rupiah lama yang disetor nasabah.

Pada akhir tahap transisi, pemerintah dan BI akan mencabut dan menarik uang rupiah lama dari peredaran. Artinya, uang rupiah lama tidak berlaku lagi sebagai alat pembayaran. Namun, masyarakat masih diberikan tenggat waktu yang cukup untuk melakukan penukaran, yaitu selama 10 tahun setelah tanggal pencabutan.

Setelah tahap transisi berakhir, proses redenominasi akan masuk tahap phasing out yang berlaku mulai 2017 hingga 2020. Pada awal tahap ini, yang bergulir dari 2017-2018, uang rupiah baru menjadi satu-satunya legal tender dan transaksi yang berlaku di Indonesia. Dengan demikian, seluruh transaksi dilakukan dengan uang rupiah baru. Sementara uang rupiah lama dinyatakan dicabut dan ditarik dari peredaran. Dalam tahap ini, tidak ada lagi penyebutan rupiah lama dan baru.

Selama awal tahap phasing out, pemerintah dan BI juga akan melakukan building stock pencetakan uang rupiah dengan desain baru untuk menggantikan rupiah baru yang beredar sejak tahap transisi.

Kemudian, di awal 2019, BI akan menerbitkan uang rupiah dengan desain baru. BI akan mengganti semua elemen desain uang, seperti gambar utama, unsur pengaman, dan layout. Saat itu, rupiah digunakan kembali sebagai penyebutan mata uang Indonesia menggantikan rupiah baru yang beredar.

Rencana bisa molor

Periode paralelisasi alias rupiah baru bersanding dengan rupiah akan berlangsung selama satu tahun, tahun 2019. Rupiah baru dan rupiah bersama-sama berlaku sebagai alat pembayaran yang sah.

Pada tahap akhir phasing out, awal 2020, pemerintah dan BI akan mencabut dan menarik uang rupiah baru. Itu berarti, yang berlaku adalah rupiah dengan desain anyar.

Sayang, sampai saat ini pemerintah belum mengajukan RUU Redenominasi ke DPR sebagai dasar utama penerapan redenominasi. Itu sebabnya, Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Demokrat Achsanul Qosasih dan Arief Budimanta dari Fraksi PDI Perjuangan sama-sama pesimistis pembahasan calon beleid itu bisa kelar tahun ini. Buntutnya, tahapan yang sudah pemerintah dan BI rancang bisa molor. “Apalagi tahun 2013 adalah tahun politik,” kata Achsanul yang setuju dengan kebijakan redenominasi.

Arief Budimanta meminta pemerintah mengubah Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Kerja Jangka Panjang dan Menengah Pemerintah lebih dahulu sebelum membahas RUU Redenominasi. Sebab, “Sebelumnya tidak ada rencana redenominasi,” ujarnya.

Tony Prasetiantono, ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), menilai, pemerintah harus lebih sabar dalam menyusun rencana tahapan pelaksanaan redenominasi. Dalam penerapannya, tahapan sosialisasi menjadi sangat penting.

Makanya, menurut Tony, masa sosialisasi selama satu tahun selama 2013 sangat tidak cukup. “Yang ideal adalah sosialisasi perlu waktu dua tahun hingga tiga tahun,” saran dia.

Tony menambahkan, hasil sosialisasi juga harus diukur melalui sebuah survei. Jika hasil survei menunjukkan masyarakat cukup memahami rencana redenominasi tersebut, pemerintah dan BI boleh bergeser ke tahap redenominasi berikutnya, yakni tahap transisisi dan phasing out. “Risiko kebijakan ini bisa ada atau tidak, bergantung pada keberhasilan program sosialisasi,” tegasnya.

Pemerintah siap?

Achsanul menilai redenominasi ini bukan kepentingan pemerintah. Pencetakan uang ini akan dilakukan setelah presiden SBY turun kok. Ini bagian dari reformasi sistem keuangan dengan mengurangi digit dari mata uang kita.

Sampai sekarang berapa digit angka nol yang akan dihapus atau disederhanakan. Ada dua pilihan: mengurangi tiga angka nol dan empat angka nol. “Saya lebih setuju kita mengurangi tiga angka nol,” kata Achsanul.

Sedangkan Arief Budimanta dari Fraksi PDI Perjuangan menolak memilih dua pilihan ini. “Posisi saya lebih substansial dari sekadar memilih dua opsi,” kata Arief.

Bagi Arief sebelum pemerintah membahas RUU Redenominasi, pemerintah harus merevisi Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Pemerintah Jangka Panjang dan Menengah yang telah disahkan. Dalam ketiga dokumen resmi yang telah disahkan tersebut, pemerintah tidak memiliki rencana untuk melakukan redenominasi. “Saya sudah cek, tidak ada. Kok sekarang pemerintah dan BI mewacanakan dan merencanakan redenominasi,” kata Arief.

Selain itu, sampai saat ini pemerintah belum berbicara secara resmi kepada DPR sekalipun. Apalagi memberikan kajian akademik. “Saya pesimis bisa selesai dibahas tahun ini,” kata Arief ketika dihubungi Kontan.

Tidak ada keperluan bagi Indonesia saat ini untuk melakukan redenominasi. Bagi para pedagang, redenominasi akan menyebabkan penyesuaian harga ke atas. Misalnya, harga daun singkong yang cuma Rp 500 per kilogram, setelah redenominasi, menjadi Rp 5 sen. Harganya akan naik ke atas menjadi Rp 1 untuk disesuaikan.

Bagi kalangan menengah atas, saat ini tidak ada keperluan mendesak. Misalnya pergi ke luar negeri, mereka sudah membawa dollar dari dalam negeri. Selain itu, mereka bertransaksi dengan kartu kredit di luar negeri. “Anggota DPR jika pergi ke luar negeri saja dikasih uang dalam bentuk dollar oleh sekretariat, pemerintah juga begitu,” kata Arief.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×