Sumber: Kompas.com | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold melalui putusan perkara nomor 62/PUU-XXII/2024.
Tetapi, Mahkamah juga memberikan lima pedoman bagi pembentuk undang-undang untuk melakukan rekayasa konstitusional agar tidak muncul pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dengan jumlah yang terlalu banyak.
Lantas, bagaimana mekanisme atau ketentuan pembatasan jumlah capres-cawapres yang paling memungkinkan untuk menggantikan presidential threshold?
Baca Juga: Mahkamah Konstitusi (MK) Hapus Ketentuan Presidential Threshold
Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno mengakui memang agak sedikit sulit merekayasa pembatasan jumlah capres-cawapres.
Pasalnya, menurut Adi, pembatasan juga akan bertentangan dengan semangat dari putusan MK menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden.
“Agak rumit kalau mau dipaksakan bikin rekayasa, misalnya memang harus diperketat soal syarat bagi partai politik untuk ikut pemilu karena siapa pun partai politik yang ikut pemilu dia berhak mengajukan capres dan cawapres,” kata Adi kepada Kompas.com, Jumat (3/1/2025).
Oleh karena itu, Adi mengatakan, salah satu cara yang memungkinkan adalah memperketat syarat bagi partai politik (parpol) ikut sebagai peserta pemilihan umum (pemilu).
“Nah, syarat ikut pemilu itu yang saya kira harus diperketat secara signifikan,” ujarnya.
Baca Juga: Hakim MK Anwar Usman Dissenting Opinion dalam Putusan Presidential Threshold
Kemudian, Adi menyebut, cara lain yang mungkin bisa dilakukan adalah mensyaratkan capres-cawapres diusung minimal koalisi dari dua parpol peserta pemilu.
Dengan tujuan, mengantisipasi setiap parpol peserta pemilu mengajukan pasangan calonnya masing-masing pada pemilihan presiden (pilpres).
“Kedua, kalau mau ya diwajibkan kepada calon presiden dan cawapres untuk melakukan koalisi politik minimal koalisinya itu ada gabungan dua partai tanpa harus melihat seberapa banyak jumlah kursi yang dimiliki,” kata Adi.
“Minimal koalisi dua partai tanpa melihat berapa persen perolehan suara pilegnya dan tanpa melihat partai parlemen dan non parlemen. Yang jelas partai peserta pemilu bisa calonkan capres dan cawapres,” ujarnya melanjutkan.
Menurut Adi, dua rekayasa tersebut yang paling mungkin diterima oleh semua parpol sebagai pengganti presidential threshold.
Baca Juga: MK Hapus Ketentuan Presidential Threshold, Ini Pertimbangan Lengkapnya
“Itu mungkin rekyasa yang paling mungkin ya, yang saya rasa bisa diterima oleh masing-masing partai politik,” katanya.