Reporter: Fahriyadi | Editor: Fahriyadi .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bagaimana cara Anda mengambil keputusan?. Apakah sudah mempertimbangkan risiko yang mungkin terjadi dari keputusan itu?. Jika belum, ada baiknya mulai sekarang menerapkan sikap sadar risiko dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil.
Inilah pesan utama yang disampaikan Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (MASINDO) dalam sebuah talkshow belum lama ini. Ketua MASINDO, Dimas Syailendra R, menekankan bahwa budaya sadar risiko masih belum menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia.
“Masyarakat kita sering mengambil keputusan secara emosional, tanpa mempertimbangkan risiko dan konsekuensinya. Padahal, budaya sadar risiko adalah kebiasaan berpikir jauh ke depan – ‘nanti gimana?’, bukan ‘gimana nanti?’,” ujar Dimas, dikutip Selasa (22/7).
Baca Juga: Membangun Indonesia yang Berkelanjutan dengan Paradigma Sadar Risiko
Oleh karena itu menurut Dimas, respons atas kesadaran masyarakat Indonesia terhadap risiko dalam kehidupan sehari-hari yang masih harus ditingkatkan. Sejak berdiri empat tahun lalu, MASINDO terus melakukan edukasi melalui berbagai kegiatan secara daring dan luring, dengan melibatkan pemangku kepentingan dari sektor pemerintah, swasta, akademisi, media, hingga komunitas.
“Kami ingin membangun kebiasaan sadar risiko sebelum bertindak. Bersama pemerintah, kami mendorong agar pendekatan sadar risiko bisa masuk dalam regulasi dan perundang-undangan,” jelas Dimas.
Budaya sadar risiko yang dimaksud tidak hanya terbatas pada aspek keselamatan, tetapi juga mencakup isu-isu seperti kesehatan, ekonomi, lingkungan, hingga investasi digital. Dimas mencontohkan, sadar risiko terkait kesehatan, misalnya, mengetahui risiko yang mungkin muncul dari makanan-makanan yang dikonsumsi. Contoh risiko terkait investasi, adanya bahaya penipuan online dengan iming-iming tertentu untuk melakukan investasi.
“Konsen kami seluas itu, karena visinya adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang sadar risiko untuk kehidupan yang lebih baik,” ujar Dimas.
Dimas mengatakan, perlu ada kesadaran bahwa sadar risiko merupakan hal penting yang harus dibangun di setiap individu. “Mengapa penting? Karena kita semua akan lebih siap menghadapi masa depan, menghadapi dinamika. Bangsa yang sadar risiko akan lebih tangguh menghadapi kompleksitas masa depan,” kata Dimas.
Dua Tipe Masyarakat dalam Menyikapi Risiko
Ia mengungkapkan, ada dua tipe masyarakat terkait sadar risiko. Pertama, mereka yang tidak sadar risiko, sering mengambil keputusan berdasarkan emosi dan dorongan sesaat.
Kedua, mereka yang tahu risikonya, namun abai karena merasa risikonya “tidak akan terjadi pada diri mereka sendiri atau pun orang terdekatnya”.
“Padahal kalau kita tahu risikonya, kita bisa memitigasinya. Misalnya, saat berkendara motor tanpa helm, itu berisiko. Tapi kalau pakai helm, kita bisa mengurangi dampak negatif atau risikonya jika terjadi kecelakaan. Sama dengan penggunaan safety belt. Itulah prinsip pengurangan risiko (harm reduction),” katanya.
MASINDO juga mendorong penerapan strategi pengurangan bahaya (harm reduction), terutama pada isu-isu yang melekat kuat dalam keseharian. Salah satu contoh penerapan pendekatan ini adalah pada kebiasaan merokok.
“Idealnya berhenti merokok. Tapi faktanya, banyak yang kesulitan. Di situ kita dorong penggunaan produk alternatif yang risikonya lebih rendah, seperti rokok elektronik, produk tembakau dipanaskan, atau kantong nikotin,” jelas Dimas.
Menurutnya, produk ini tetap mengandung nikotin, tapi tidak melalui pembakaran, sehingga tidak menghasilkan tar dan ribuan zat berbahaya lainnya.
Pendekatan ini diangkat melalui kampanye #KurangiRisiko, mendorong masyarakat untuk melakukan transisi perilaku yang lebih sehat, alih-alih menunggu perubahan total yang sulit dicapai.
“Kalau orang belum bisa berhenti, jangan dipaksa. Tapi beri jalan transisi yang realistis. Lebih baik ada progres kecil daripada tidak sama sekali,” tegasnya.
Bagaimana Membangun Kebiasaan Sadar Risiko?
Menumbuhkan kesadaran risiko harus dilakukan oleh setiap individu. Budaya sadar risiko bisa dibangun dengan melakukannya secara berulang hingga menjadi sebuah kebiasaan. Langkah ini, kata Dimas, harus dimulai dari yang kecil, dari diri sendiri dan dari sekarang.
Dengan membangun kebiasaan baik terkait sadar risiko, setiap individu diharapkan bisa menularkannya kepada anggota keluarga, teman, dan lingkungan sekitarnya.
“Maka, nantinya budaya sadar risiko ini akan jadi sesuatu yang besar,” kata Dimas.
Selain itu, edukasi sadar risiko yang dilakukan harus menekankan pada manfaat yang akan didapatkan jika dilakukan secara konsisten.
Hal inilah yang selalu dilakukan Masindo dalam setiap kegiatan yang dilakukan. Tujuannya, agar masyarakat termotivasi.
“Sadar risiko bukan tentang menjadi takut, tapi menjadi lebih bijak. Karena yang kita hadapi bukan sekadar kemungkinan, tapi masa depan,” tutup Dimas.
Jadi, apakah Anda termasuk individu yang sudah sadar risiko?. Jika belum, ayo mulai dari sekarang!
Selanjutnya: EY Indonesia Resmi Ganti Nama KAP Jadi Purwanto Susanti dan Surja
Menarik Dibaca: SOTF 2025, Harga Tiket Pesawat Garuda Jakarta - Jepang PP mulai Rp 5,6 Jutaan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News