Reporter: Yohan Rubiyantoro |
JAKARTA. Departemen Kesehatan telah menetapkan sejumlah kriteria industri farmasi yang berhak menerima subsidi bahan baku obat (BBO). Subsidi yang akan diberikan kepada industri farmasi BUMN dan Penanaman Modal Dalam Negeri/Swasta Nasional tersebut mensyaratkan sejumlah ketentuan.
Pertama, industri farmasi tersebut memiliki izin edar untuk obat jadi sesuai dengan jenis BBO bersubsidi. Kedua, telah memiliki sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) minimal strata B. “Ketiga, memiliki fasilitas dan kapasitas produksi sesuai dengan jenis BBO bersubsidi,” urai Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari di kediaman dinasnya, Sabtu (28/2).
Menkes mengatakan, industri farmasi penerima subsidi BBO harus mengikuti sejumlah ketentuan dalam melaksanakan program ini. Yaitu, memproduksi obat generik bersubsidi (OGS) dan atau obat generik bersubsidi bermerk (OGSM). Harga jual OGS juga harus sesuai dengan harga obat generik yang ditetapkan oleh Menkes, yakni harga OGSM maksimal 3x harga OGS, serta wajib mencantumkan label khusus OGS dan OGSM, “Mereka juga harus bersedia di verifikasi atau diaudit oleh lembaga pemeriksa keuangan,” tegasnya.
Menkes menguraikan tujuan program subsidi obat ini adalah untuk menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan harga obat di seluruh wilayah Indonesia. Menstabilkan harga obat generik untuk menjamin kelancaran pelayanan kesehatan, khususnya bagi peserta Jamkesmas. Serta meningkatkan kemampuan industri farmasi nasional menengah ke bawah dalam mengantisipasi krisis global.
Depkes memutuskan subsidi bahan baku obat yang akan dikeluarkan senilai Rp 280 miliar yang diambil dari APBN. Sementara jenis BBO yang disubsidi ditetapkan antara lain, BBO yang masuk dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN 2008). Obat yang paling banyak digunakan, obat yang pemakaiannnya sedikit tetapi merupakan obat pilihan. Serta obat yang merupakan “life saving drugs” dan obat program kesehatan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News