Reporter: Venny Suryanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan terus menggodok rencana pembagian beban alias burden sharing atas biaya penanganan dampak pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional bersama Bank Indonesia (BI). Meski begitu, pembahasan skema burden sharing ini masih perlu penajaman dan tidak boleh gegabah.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu menjelaskan, perkembangan pembahasan skema burden sharing belum banyak yang berubah dari yang sudah beredar. Adapun terkait kesepakatan yang sudah terjadi antara BI dan Menkeu dan tinggal dituangkan secara legal.
“Skema yang sudah beredar kurang lebih tidak berubah, tinggal penajaman saja,” Jelas Febrio dalam live conference BKF Kemenkeu, Jumat (3/7).
Baca Juga: Indonesia bakal berutang Rp 900,4 triliun di semester II-2020
Menurut Febrio, poin serta prinsip penting dalam merencanakan skema yang merupakan langkah extraordinary ini, BI maupun Menkeu sama-sama harus memahami bahwa tidak boleh mengambil langkah gegabah dan harus mengedepankan prinsip kehati-hatian.
“Gegabah artinya dalam hal burden sharing, ini bukan dalam bentuk intervensi. Ini adalah antara otoritas moneter dan otoritas fiskal dimana kita harus melihat kondisi ekonomi sekarang dan bagaimana menyiapkan langkah strategis yang bisa dilakukan bersama agar perekonomian tidak melenceng jauh dari stabilitas,” Tandasnya.
Dengan prinsip kehati-hatian tersebut, Febrio mengatakan memang skema burden sharing ini akan cukup alot karena harus dibicarakan dengan cukup detail.
“Karena kita ingin menjaga integritas dari pasar, kebijakan moneter yang independensinya harus tetap terjaga,” tandasnya.
Febrio memastikan, perkembangan skema burden sharing antara Kemenkeu dan BI tidak lama lagi akan segera diumumkan.
“Seharusnya tidak lama lagi akan diumumkan, yang pasti apa yang sudah diumumkan Menkeu di Komisi XI DPR kemarin kurang lebih seperti itu gambarannya,” Tutup Febrio.
Asal tahu saja, dalam rapat dengan Komisi XI DPR awal pekan ini, Menkeu menjelaskan, dengan burden sharing ini, BI akan menanggung hingga 100% beban bunga utang untuk mengurangi beban dampak Covid-19 dalam kelompok penggunaan public goods, seperti sektor kesehatan, perlindungan sosial, serta sektoral, K/L, dan Pemda.
Selain itu, ada juga beban utang untuk non-public goods berupa UMKM dengan skema burden sharing BI reverse repo rate dikurang diskon 1% dan non public goods korporasi non-UMKM dengan BI reverse repo rate.
Baca Juga: Berbagi Beban Biaya Krisis, Ini Skema Burden Sharing antara Pemerintah dan BI
Sementara itu, pemerintah menanggung 100% beban bunga utang untuk kelompok penggunaan non public goods lainnya.
Dengan skema burden sharing tersebut, BI berarti menanggung Rp 35,9 triliun atau sekitar 53,9% dari total beban bunga utang. Setelah memperhitungkan tambahan remunerasi sebesar Rp 1,1 triliun, maka sharing BI akan tercatat sebesar Rp 37,0 triliun atau 54,8% dari total beban bunga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News