Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Negara (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung sebagi tersangka perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) 2002-2004.
Dalam temuan KPK, Syafruddin telah merugikan negara mencapai Rp 3,7 triliun. Ia telah menerbitkan surat pemenuhan kewajiban pemegang saham atau surat keterangan lunas kepada salah satu obligator Sjamsul Nursalim. Sjamsul saat itu merupakan pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia.
Pimpinan KPK Basaria Panjaitan menjelaskan, awal mula Syafruddin melakukan tindakan merugikan itu saat dirinya menjabat sebagai Ketua BPPN 2002. Di mana pada Mei 2002, ia mengusulkan untuk disetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) perubahan atas proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.
Nah, hasil restrukturisasi, senilai Rp 1,1 triliun dari Rp 4,8 triliun dinilai suistanable dan ditagihkan kepada petani tambak. Sementara sisanya, Rp 3,7 triliun justru tidak dilakukan pembahasan dalam proses restrukturisasi.
"Sehingga seharusnya masih ada kewajiban obligor setidaknya Rp 3,7 triliun yang belum ditagihkan," kata Basaria di Jaarta Selasa (25/4).
Tapi pada kenyatannya, April 2004, Syarifuddin mengeluarkan surat keterangan lunas ke Sjamsul atas semua kewajibannya kepada BPPN. Atas perbuatannya itu, Syafruddin disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasa 3 UU No 31/1999 sebagaiman atelah diuba dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News