kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

MAKI: Pemerintah perlu mengoptimalkan implementasi MLA dengan negara lain


Rabu, 01 September 2021 / 20:46 WIB
MAKI: Pemerintah perlu mengoptimalkan implementasi MLA dengan negara lain
ILUSTRASI. Ilustrasi : Hukum,


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai, bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana (Mutual Legal Assistance in Criminal Matters) antara Indonesia dengan negara lain dapat mendukung agenda pemberantasan korupsi.

Misalnya untuk mengembalikan uang yang diduga dikorupsi dan yang terkait dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

“Ini saya rasa langkah-langkah yang bagus dan tetap kita dorong. Soal nanti pelaksanaan, implementasi masih kurang – kurang, itulah yang perlu kita koreksi dan kita beri solusi,” ujar Boyamin saat dihubungi, Rabu (1/9).

Boyamin mengatakan, perlu dukungan masyarakat misalnya dengan pemberian informasi terkait keberadaan koruptor dan/atau dugaan TPPU. Selain untuk melakukan penindakan, adanya MLA diyakini juga akan efektif mencegah korupsi terlebih jika Indonesia kedepannya mampu menjalin MLA dengan semakin banyak negara yang berpotensi menjadi tujuan aset pidana korupsi ditempatkan.

“Dengan MLA-MLA ini orang akan semakin takut dan semakin sulit untuk melarikan uang ke luar negeri. Namun memang pemerintah harus kita dorong untuk membuat MLA dengan Singapura,” ujar Boyamin.

Baca Juga: Dewas KPK nyatakan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli lakukan pelanggaran etik

Dihubungi secara terpisah, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, pemerintah saat ini memang belum terlalu banyak mengadakan perjanjian hukum timbal balik pidana dengan negara – negara lain. Meski begitu, hal ini bukanlah satu – satunya cara untuk melakukan agenda pemberantasan korupsi.

Kurnia menyebut pendekatan hukum pidana untuk kerjasama luar negeri ada dua. Pertama, governance to governance. Kedua, police to police (antar penegak hukum).

“Jadi tanpa menggunakan MLA sebenarnya penegak hukum mampu untuk melakukan berbagai tindakan hukum,” terang dia.

Ia mencontohkan dalam penanganan kasus korupsi KTP elektronik, Indonesia tidak memiliki MLA dengan Amerika Serikat, namun kerjasama tetap bisa berlangsung seperti tindakan – tindakan hukum KPK untuk mencari bukti, meminta keterangan dan hal lainya, kecuali penangkapan.

“Jadi dua hal itu harus berjalan beriringan antara kemampuan pemerintah untuk menjalin kerjasama dan penegak hukum untuk membangun relasi yang baik dengan penegak hukum di negara lain,” jelas dia

Lebih lanjut Kurnia mengatakan, pemerintah dalam berbagai kesempatan mengatakan bahwa pemberantasan korupsi menitikberatkan pada isu asset recovery. Namun, faktanya perangkat hukumnya belum dikerjakan oleh Pemerintah dan DPR yaitu Rancangan Undang – Undang Perampasan Aset.

“Regulasi ini menjadi penting karena selain untuk memulihkan kerugian negara, memudahkan penegak hukum untuk bisa merampas aset para pelaku korupsi,” pungkas Kurnia.

Seperti diketahui, pemerintah dan DPR akan mulai membahas Rancangan Undang – Undang (RUU) tentang pengesahan perjanjian antara Republik Indonesia dan Federasi Rusia tentang Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana (Treaty Between The Republic of Indonesia and The Russian Federation on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters).

Sebelumnya, Indonesia telah meratifikasi UU MLA diantaranya dengan Swiss, Australia, Tiongkok, Korea Selatan, Iran, Uni Emirat Arab, India dan Vietnam.

Selanjutnya: Tiga karakter ini muncul di fim Jujutsu Kaisen 0, siapa saja?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×