Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa waktu lalu, Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan bagi peserta kelas mandiri.
Pada akhirnya, pemerintah maupun pihak BPJS Kesehatan harus memutar otak demi menemukan solusi untuk menambal dana kewajiban yang harus dibayarkan oleh BPJS Kesehatan ke fasilitas kesehatan (faskes) di seluruh Indonesia.
Menanggapi hal ini, Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo mengimbau agar pemerintah segera mencari solusi untuk membantu BPJS Kesehatan. Pasalnya, jika pemerintah tidak segera mencari solusi, maka imbasnya akan sangat terasa di masyarakat.
Baca Juga: Setelah Kenaikan Iuran Dianulir MA, Ini Strategi BPJS Kesehatan Tekan Defisit
"BPJS kalau bangkrut maka dampaknya bukan hanya ke BPJS saja, tapi akan terkena ke rakyat juga. Mungkin rumah sakit akan menolak pasien BPJS, atau akan mengutamakan pasien mandiri non-BPJS," ujar Rahmad di Gedung DPR RI, Kamis (12/3).
Untuk itu, ia memberikan beberapa usulan yang mungkin dapat digunakan oleh pemerintah untuk menyelamatkan BPJS Kesehatan.
Pertama, melakukan pengalihan subsidi energi ke BPJS Kesehatan. Ia mencontohkan, subsidi energi seperti listrik, bahan bakar minyak (BBM), atau gas LPG bisa dikurangi sedikit untuk kemudian dialihkan menjadi subsidi BPJS.
Kedua, melakukan pembatasan pembiayaan, agar manfaat yang diberikan tidak jauh melebihi biaya yang dibayarkan oleh masyarakat. Rahma menilai hal inilah yang membuat defisit kian membengkak.
Ketiga, membebankan perusahaan rokok untuk ikut bertanggung jawab dalam pembayaran klaim BPJS ke faskes. Hal ini didorong karena 20% klaim BPJS digunakan untuk membayar penyakit katastropik seperti penyakit jantung atau kanker.
"Bisa jadi pabrik rokok di luar cukai, membayar insurance kemudian dikelola oleh lembaga swasta atau BUMN yang bergerak di bidang asuransi," paparnya.
Keempat, apabila segala upaya sudah dilakukan tetapi BPJS masih mengalami defisit, maka negara bisa membantu melalui dana cadangan. Kelima, mendorong masyarakat agar mau bergotong-royong untuk membayar iuran.
Keenam, menertibkan manajemen rumah sakit agar tidak melakukan tindakan yang sebenarnya tidak diperlukan pasien.
"Di rumah sakit ada oknum yang ugal-ugalan. Misalnya, ada pasien yang waktunya melahirkan harusnya tidak caesar tapi memilih untuk caesar, atau sebenarnya tidak butuh operasi tapi malah dioperasi. Itu yang menimbulkan defisit BPJS," lanjut Rahmad.
Baca Juga: DPR minta BPJS Kesehatan temukan solusi tepat pengembalian dana iuran ke peserta
Terakhir, melakukan audit khusus untuk menindaklanjuti rumah sakit yang mengajukan klaim yang tidak perlu. Menurut Rahmad, tindakan ini adalah penyimpangan moral atau moral hazard yang perlu mendapat hukuman.
Untuk itu ia mengimbau agar pemerintah melakukan audit khusus untuk menemukan indikasi ini. Setelah ditemukan, kata Rahmad, hukuman yang diberlakukan bagi rumah sakit terkait adalah pemutusan mitra dengan BPJS untuk jangka waktu beberapa bulan.
"Jadi semua pihak bergotong-royong bersama-sama untuk menyikapi ini. Karena ini gawat, kalau BPJS bangkrut, rakyat merasakan akibatnya. Rakyat implikasinya," kata Rahmad.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News