Reporter: Grace Olivia | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia menilai kondisi ekonomi domestik sejauh ini terbilang cukup baik.
Ini ditandai oleh kondisi ekonomi makro yang yang aman didorong meningkatnya arus masuk modal asing yang tercatat sebesar Rp 59,9 triliun serta kuatnya permintaan domestik sejalan dengan persiapan pemilihan umum presiden dan legislatif.
Selain itu, Kepala Penelitian Makroekonomi dan Finansial LPEM UI Febrio Kacaribu, dalam Seri Analisis Makroekonomi yang diterima Kontan.co.id, Rabu (20/3), mengatakan, neraca perdagangan menunjukkan sinyal pemulihan karena negara mencatat surplus US$ 329,5 juta pada Februari, surplus pertama sejak September tahun lalu.
Surplus tersebut sebagian besar disebabkan oleh penurunan impor yang tajam (berkurang 18,6%) akibat impor migas dan non-migas yang lebih rendah.
Dari sisi nilai tukar, rupiah juga relatif terkendali dibandingkan mata uang negara berkembang lainnya. Meski penguatan kurs sejak awal Maret mulai tertahan, "Utamanya disebabkan oleh aksi ambil untung para pelaku pasar di tengah gejolak global," ujar Febrio.
Adapun, berlanjutnya arus masuk portofolio tercermin pada penurunan imbal hasil obligasi pemerintah. LPEM UI mencatat rata-rata imbal hasil obligasi pemerintah tenor 10 tahun dan 1 tahun pada Februari lalu masing-masing sebesar 8,04% dan 6,67%.
Kendati begitu, inflasi umum kembali menurun ke nilai yang lebih rendah daripada perkiraan pada Februari lalu, yaitu 2,57% year on year (yoy) dari sebelumnya 2,82% pada Januari. "Untuk pertama kalinya sepanjang tahun ini tingkat inflasi mendekati batas bawah BI di tingkat 2,5%," lanjut Febrio.
Sementara, inflasi inti secara tahunan tetap terkendali di tingkat 3,06% yoy. Setelah menunjukkan tren peningkatan sejak Desember 2018, inflasi inti bulanan pun melambat menjadi 0,26% month on month (mom).
Meski masih terkendali, LPEM UI menilai tingkat inflasi ini sudah terlalu rendah. Oleh karena itu, Febrio berharap pemerintah tidak mengambil kebijakan menurunkan suku bunga acuan pada Maret ini.
Toh, ia menilai, jika arus masuk modal portofolio terus berlangsung dengan kuat dan BI diproyeksikan dapat mengumpulkan cadangan devisa yang memadai, BI harusnya memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga kebijakannya sebanyak 50 basis poin (bps) nanti di tahun ini.
"Akan tetapi masih lebih tepat bagi BI saat ini untuk menunggu dan melihat perkembangan pasar sampai bulan depan," tandas Febrio.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News