Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Longsor yang terjadi di daerah tambang Galian C tepatnya di Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat pada Jumat (30/05) lalu menurut Ketua Badan Kejuruan (BK) Pertambangan Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Rizal Kasli disebabkan oleh tidak diterapkannya good mining practice.
Rizal bilang tambang batu alam tersebut menggunakan single band slope mining atau metode tambang terbuka (open pit) yang menggunakan releng tunggal.
"Itu ketinggiannya bisa diatas 50 sampai 100 meter, bahaya sekali. Karena batuan punya kekuatan, daya tahan terutama terhadap longsoran. Makin tinggi, makin rentan untuk terjadi longsoran," jelasnya usai ditemui di ditemui di agenda ESG Forum 2025, Jakarta Senin (2/6).
Baca Juga: Tim Inspektur Tambang Kementerian ESDM Masih Verifikasi Longsor di Cirebon
Rizal menyebut, longsor juga dipengaruhi adanya cukung geologi, yang menyebabkan adanya rekahan-rekahan yang cukup banyak.
"Itu bisa menyebabkan titik lemah. Bidang lemah itu suatu saat bisa meluncur. Apalagi ditambah dengan adanya curah hujan cukup tinggi, getaran dari gempa bumi, dari peralatan alat berat yang bergetar semua. Itu bisa mempengaruhi," tambahnya.
Lebih lanjut, Rizal menyebut bahwa terlaksananya single band slope mining adalah bentuk dari lemahnya pengawasan pemerintah.
"Harusnya ada multi-bench. Dihitung nanti kesusutan batuannya bisa berapa meter tingginya, lebar hingga jenjangnya berapa. Saya melihat ini pengawasan pemerintah lemah sekali, karena membiarkan," ungkapnya.
Tidak hanya di Cirebon, sistem tambang seperti ini juga ada di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Aceh dan Sumatera Selatan.
"Pemerintahan harus tertanggung jawab untuk kejadian seperti itu. Artinya pemerintahan tidak tegas. Kalau sudah melihat bahwa ini nggak benar, harusnya di-stop. Nggak boleh operasi," tambahnya.
Dalam kesempatan sama, Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara Kementeria ESDM, Hendra Gunawan mengatakan bahwa terdapat peraturan berbeda dalam perencanaan, pelaksanaan hingga monitoring khususnya untuk batuan lain diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2022 tentang Pendelegasian Pemberian Perizinan Berusaha di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara.
"Kalau itu batubara semua di (pemerintah) pusat, cuma di Perpres 2022 dipilah, untuk batuan untuk perencanaan tadi gubernur, yang kedua pengawasan ada di kita, di teknik (ESDM), itupun atas surat permohonan dari Pemda, surat dari Gubernur ke ESDM," katanya.
Meski begitu, Hendra mengakui bahwa izin bisa optimal jika administrasi bisa dipangkas untuk mengurangi alur birokrasi.
"Intinya memang perlu ketegasan, dari Pak Dirjen (Minerba) juga arahannya jelas, kalau sudah ada banyak penyimpangan distop saja," ungkapnya.
Dalam laporan terbaru, secara keseluruhan, jumlah korban dari insiden longsor ini tercatat sebanyak 33 orang, dengan rincian 17 orang meninggal dunia, dan 8 orang luka-luka dan 8 orang lainnya masih dalam pencarian.
Baca Juga: Kementerian ESDM Ungkap Penyebab Longsor Tambang Gunung Kuda di Cirebon
Berdasarkan data perizinan di Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat, lokasi kejadian memiliki Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi atas nama Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) Al-Azhariyah, berdasarkan Surat Keputusan Kepala DPMPTSP Provinsi Jawa Barat nomor 540/64/29.1.07.0/DPMPTSP/2020 tanggal 5 November 2020 dengan luas 9,16 ha, jenis komoditas tras.
Akibat kejadian ini, Gubernur Jawa Barat telah memberikan sanksi administratif berupa pencabutan Izin Usaha Pertambangan khususnya kepada IUP Koperasi Pondok Pesantren Al Azhariyah melalui SK Gubernur nomor 4056/KUKM.02.04.03/PEREK, tanggal 30 Mei 2025 hal Sanksi Administratif Pencabutan Izin Usaha.
Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat, Bambang Tirtoyuliono mengatakan, pada blok tambang Gunung Kuda terdapat empat perizinan. Satu di antaranya adalah milik Al Azhariyah, dua milik Kopontren Al Ishlah dan satu di antaranya masih tahapan eksplorasi dan diduga masih satu grup dengan koperasi Al Azhariyah.
"Sejak tahun 2024, tambang ini tidak memiliki dokumen RKAB. Jadi ini sudah diingatkan berkali-kali, bahkan di bulan tanggal 19 Maret tahun 2025 diminta untuk dihentikan kegiatan tetapi tidak diindahkan, maka kejadianlah bencana insiden ini. Maka hari itu (Jumat, 30/5) juga kami langsung mencabut izin operasi produksi secara permanen baik milik koperasi Al Azhariyah, dan juga tiga lainnya," tegas Bambang.
Selanjutnya: KAI Layani 843.219 Penumpang Selama Libur Panjang Akhir Mei, Ini Relasi Terpadat
Menarik Dibaca: Pasar Saham dan Obligasi Hancur, Robert Kiyosaki Bilang Orang Rame-Rame Beli Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News